'The Woman King', Film Epik tentang Prajurit Perempuan di Afrika, Tayang Hari Ini

Hendaru Tri HanggoroHendaru Tri Hanggoro - Rabu, 05 Oktober 2022
'The Woman King', Film Epik tentang Prajurit Perempuan di Afrika, Tayang Hari Ini
Film ini dianggap berhasil menggabungkan elemen epik, sentuhan aksi dan drama yang menggetarkan, karakter yang hidup, dan resonansi budaya Afrika. (Foto: YouTube/Sony Pictures Entertainment)

PENCINTA film epik dan klasik jangan lewatkan The Woman King. Film tentang Agojie, sebuah kesatuan perempuan yang berusaha melindungi Kerajaan Dahomey di Afrika Barat selama abad ke-17 hingga ke-19, tayang per hari ini di bioskop Indonesia.

Sebelumnya, film garapan Sony Pictures ini telah diputar secara perdana di Festival Film Internasional Toronto, Kanada, pada 9 September 2022. Sejak penampilan perdananya itu, The Woman King cukup mendapat sambutan hangat dari kritikus film.

Film ini dianggap berhasil menggabungkan elemen epik, sentuhan aksi dan drama yang menggetarkan, karakter yang hidup, dan resonansi budaya Afrika. "Gina Prince-Bythewood tidak melakukan kesalahan saat dia mengatur semua elemen epik sejarah yang penuh aksi ini," ungkap bbc.com.

Gina Prince-Bythewood adalah sutradara film ini. Sebelumnya dia menggarap Love and Basketball (2000) dan film aksi The Old Guard (2020).

Film seperti The Woman King bisa dibilang jarang ditemui pada era ini di tengah lautan film-film blockbuster lainnya. "Sutradara Gina Prince-Bythewood ("The Old Guard"), dan penulis naskah Dana Stevens, mampu mengemas film dengan sentuhan aksi dan drama yang menggetarkan bagi siapa pun yang menontonnya," ungkap Antara.

Baca juga:

Melihat Kostum Ikonik Wonder Woman dari Tahun ke Tahun

the woman king
Mengambil latar tahun 1820-an, film ini dibuka dengan kisah Jenderal Nanisca (Viola Davis), pemimpin kelompok pejuang yang anggotanya perempuan semua. (Foto: YouTube/Sony Pictures Entertainment)

Mengambil latar tahun 1820-an, film ini dibuka dengan kisah Jenderal Nanisca (Viola Davis), pemimpin kelompok pejuang yang anggotanya perempuan semua. Mereka disebut Agojie dan mempunyai misi membebaskan para perempuan Dahomey yang diculik oleh para penjual budak dari Kekaisaran Oyo.

Ini membuat Raja Ghezo (John Boyega) dari Dahomey mempersiapkan perang habis-habisan dengan Oyo. Nanisca mulai melatih generasi baru prajurit untuk bergabung dengan Agojie untuk melindungi kerajaan.

Setelah pertempuran pembukaan melawan Oyo, cerita berlanjut ke dunia Dahomey. Setiap bagiannya dirinci dengan tajam. Mulai dari rambut Nanisca dengan gaya Mohawk keriting hingga gagang dekoratif parang dan cangkang kecil yang dikenakan para perempuan di perlengkapan perang mereka dan dikepang ke rambut mereka.

Masing-masing karakter utama diberi cerita latar. Beberapa memiliki rahasia. Penggambarannya ditopang melalui sedikit dialog di antara para perempuan. Misalnya Raja Ghezo yang digambarkan tidak berpengalaman, tetapi cukup pintar untuk menerima nasihat dari Nanisca.

Atau Izogie, seorang prajurit yang pergi ke medan perang dengan senyum gembira dengan kuku-kuku jari yang tajam, siap untuk menyodok mata musuh. Namun, dia memiliki empati mendalam. Lalu ada Nawi, seorang prajurit remaja yang menolak untuk dinikahkan dengan seorang lelaki paruh baya yang menampar wajahnya pada pertemuan pertama mereka.

Baca juga:

Trailer 'Black Panther : Wakanda Forever' Ungkap Sosok Penjahat dan Pahlawan Baru

the woman king
Seorang prajurit yang pergi ke medan perang dengan senyum gembira dengan kuku-kuku jari yang tajam, siap untuk menyodok mata musuh. (Foto: YouTube/Sony Pictures Entertainment)

Terakhir tentu saja tokoh utama Nanisca. Dia pernah ditangkap oleh Oyo, tetapi berhasil melarikan diri dari perbudakan. Masa lalu itu membuatnya haus akan keadilan dan balas dendam. Dia menolak perbudakan, tetapi negerinya sendiri menerapkan praktek tersebut. Dia juga seorang pejuang, tapi jelas bukan orang suci.

"Kita adalah tombak kemenangan, kita adalah bilah kemerdekaan," teriak Nanisca, mengobarkan semangat pasukannya sebelum melaju ke palagan. Dia membangun mental prajuritnya agar tak lekas menyerah. "Air matamu tidak berarti apa-apa," katanya kepada seorang prajurit.

Karakter Nanisca terbilang cukup kompleks. Dia pemimpin yang tegas, protektif, defensif, namun juga penuh cinta dan kerapuhan. Untuk sisi yang terakhir ini, dia enggan menunjukkannya di hadapan prajurit.

Nanisca adalah sosok pemimpin yang ingin membawa semangat juang kepada para saudara perempuannya di wilayah tersebut. Dia punya keyakinan bahwa semua orang memiliki latar belakang serta ide yang berbeda, namun tetap memiliki hak untuk hidup dan setara.

Meski sarat gagasan sosial dan budaya, film ini tak melupakan kesenangan mata para penonton. Sutradara menghadirkan adegan-adegan yang apik. Bentang alam Afrika yang ciamik ditambah penggambaran suasana yang ikonik.

Visual nan cantik tersebut digabungkan dengan indah dan pas bersama musik dan scoring gubahan Terence Blanchard ("BlacKkKlansman", "Da 5 Bloods", "Malcolm X"). Suara-suara tersebut terasa begitu megah dan tak jarang membuat merinding tiap kali bersatu-padu dengan rentetan adegan menegangkan dalam film.

The Woman King condong ke arah fantasi saat adegan heroiknya, tetapi semua berakhir kembali pada kebenaran tentang perang, kebrutalan, dan kebebasan. (dru)

Baca juga:

Namor The Sub-Mariner, Anti-Hero di Black Panther: Wakanda Forever

#Film Baru
Bagikan
Bagikan