Tersihir Gundala Putra Petir
SANCAKA sama seperti anak dari keluarga kerah biru umumnya. Ayahnya, meski tokoh serikat sekerja, cuma mampu mengontrak rumah petak di dekat pabrik. Ibunya tiap hari harus membagi peran, satu sisi mengurus pekerjaan rumah termasuk mengasuh anak semata wayangnya, pun di sisi lain saling bantu dengan keluarga buruh lainnya di tengah ketegangan hubungan antara pekerja dan pihak perusahan.
Sancaka, pada pembuka film Gundala garapan Joko Anwar, jadi saksi ketegangan situasi di sekitar pabrik. Ia menyaksikan unjuk rasa buruh, bentrok demonstran kontra pihak keamanan, hingga intrik berujung kematian ayahnya tepat di saat hujan lebat malahan sampai petir menyambar tubuhnya.
Baca juga:
Ia tak cuma meyatim, sebab setahun berselang ibunya pamitan mencari kerja namun tak pernah kembali. Sancaka menggelandang cari hidup di jalan tetapi selalu bermasalah lantaran dua hal penting di sepanjang hidupnya; ikut campur urusan orang serta petir. Ia punya hubungan benci-cinta dengan dua hal tersebut.
"Ada masalah apa lu sama petir? Lu ikut campur urusannya juga?" kata Awang, kelak jadi Godam kepada Sancaka, setelah mengajari beladiri serta menasihati agar jangan ikut campur urusan orang lain jika tak ingin hidupnya jadi susah.
Meski jurang pemisah antara karya Joko Anwar dengan cergam Hasmi, bagi penggemar konvensional, selalu terkait kostum, cerita, latar sosial, justru paling jarang disentuh bagian dua hal di atas sebagai pembeda paling ensensial.
Sancaka, hasil gubahan Hasmi akronim Harya Suraminata (1946-2016), tampil sebagai orang terpilih Kaisar Kronz, sadar menjadi Gundala berkekuatan petir, menjadi panglima perang Kronz lalu kembali ke bumi menegakan keadilan.
Baca juga:
Sementara, Sancaka di tangan Joko Anwar, tergagap-gagap dengan petir dan urusan orang lain sehingga sering maju-mundur di saat ada kejahatan di depan matanya, sehingga diperlukan petuah Pak Agung agar kembali peka.
Memang, ada penonton hadir di bioskop dengan bekal cergam gubahan Hasmi dan film (1981) garapan Lilik Sudjio, namun lebih banyak lagi orang muda menyaksikan Sancaka di tahun 2019 benar-benar 'buta' hingga perlu lebih dari sekali di depan layar lebar mencerna seluruh cerita.
Penoton 'buta' tergerak hadir di bioskop lantaran tersihir cuplikan film dan cara Bumilangit mengenalkan masing-masing karakter kebanykan diperankan aktor-aktris kenamaan. Mereka penasaran, lalu menonton, dan tak sedikit jatuh hati bahkan sampai membentuk kelompok penggemar, berdiskusi rutin, dan menunggu setia setiap produk turunan karakter tersebut.
Film Gundala tanpa embel-embel Putra Petir sukses menggaet penggemar baru. Mereka tak berhenti pada Gundala, pula suka kepada karakter Bumilangit lainnya. Menghadirkan kembali Gundala sebagai jagoan di masa pandemi, bagi Merahputih.com tak semata penting sebagai pembangkit nostalgia melainkan pula meneladani hero dengan segala kekurangan, juga perlu kelakar, rapuh berkait asmara, dan tak pernah final.
Mendudukan ulang Gundala sebagai sosok tak tiba-tiba menjadi usaha Merahputih.com agar pembaca mengerti proses, memahami kejadian, dan tak buru-buru mencapai tujuan dengan berupaya menyajikan artikel ringan tentang seluk beluk kisah asmara, jurus, lingkar pertemanan, rincian kostum, dan perbedan di masing-masing wahana.
Semoga pembaca terkena sihir abrakadabra Gundala! (*)
Baca juga: