Kesehatan Mental

Terlalu Banyak Bersama Ganggu Keintiman

Dwi AstariniDwi Astarini - Senin, 26 April 2021
Terlalu Banyak Bersama Ganggu Keintiman
Peningkatan waktu kebersamaan bisa mengurangi keintiman. (Foto: 123RF/Vladimir Cosic)

PANDEMI telah berdampak besar pada kehidupan seksual para pasangan di dunia. Alih-alih mendekatkan pasangan dalam keintiman, pandemi justru menjauhkan pasangan. Mengapa hubungan intim berubah lesu dan bisakah kerusakan hubungan yang diakibatkan pandemi terus berkelanjutan?

Sebelum pandemi, banyak pasangan hidup seperti 'dua kapal berpapasan di malam hari'. Demikian diungkap terapis seks Emily Jamea yang berbasis di Texas, Houston, AS, seperti dilansir BBC (23/4). Sebelum pandemi, banyak pasangan punya banyak kesibukan di luar rumah. Ketika pembatasan sosial dan lockdown datang, para pasangan sibuk seperti menemukan kesempatan baru menjalin hubungan yang terabaikan.

BACA JUGA:

Peduli Lingkungan, Sederet Brand Kosmetik Pakai Kemasan Daur Ulang

Terjebak di rumah membuat ritme mereka melambat dan meluangkan banyak waktu untuk momen-momen intim bersama. Setidaknya pada awalnya. “Awalnya, pandemi memberi orang kesempatan untuk berhubungan kembali dengan cara yang mungkin sebelumnya hanya bisa mereka lakukan saat liburan,” kata Jamea.

Namun, seiring pandemi berlanjut, hal itu mulai 'berdampak buruk' pada hubungan intim. "Bagi sebagian besar pasangan, hasrat seksual sedikit menukik," ujarnya.

pasangan
Bahaya pandemi yang selalu mengintai membantu mematikan mood pasangan. (Foto: 123RF/Oleksandr Hrytsiv)

Studi dari seluruh dunia mendapati kisah serupa. Penelitian yang dilakukan di Turki, Italia, India, dan AS pada 2020, semuanya menunjukkan penurunan hubungan seks yang secara langsung dikaitkan dengan lockdown. "Saya pikir sebagian besar alasannya ialah karena begitu banyak orang yang terlalu stres," kata Justin Lehmiller, psikolog sosial dan peneliti di The Kinsey Institute yang melakukan penelitian berbasis di AS.

Bagi sebagian besar, lockdown yang disebabkan pandemi menciptakan suasana ketidakpastian dan ketakutan. Banyak yang mengalami kecemasan terkait dengan kesehatan yang belum pernah terjadi sebelumnya, ketidakamanan finansial, dan perubahan hidup signifikan lainnya.

Stres yang disebabkan faktor-faktor itu, belum lagi masalah yang muncul karena menghabiskan terlalu banyak waktu dengan orang lain di ruang dalam ruangan yang sempit, berkontribusi pada penurunan yang signifikan dalam kehidupan seks para pasangan.

Penurunan Gairah

pasangan
Awalnya, terjebak di rumah membuat ritme hidup melambat dan banyak waktu untuk momen-momen intim. (Foto: 123RF/Vladimir Cosic)

Seperti yang diamati Jamea, banyak pasangan menikmati dorongan singkat dalam kehidupan seks mereka pada awal lockdown. Rhonda Balzarini, seorang psikolog sosial dan asisten profesor di Texas State University, AS, menggambarkan lonjakan awal hasrat seksual ini sebagai fase 'bulan madu', ketika orang bereaksi lebih konstruktif terhadap stres.

Balzarini mengamati pola ini di seluruh peserta, berusia 18 tahun ke atas, dari 57 negara dalam penelitian yang dia dan rekannya lakukan selama pandemi. Saat pandemi dimulai, Balzarini dan rekannya melihat faktor-faktor seperti masalah keuangan yang terkait dengan hasrat seksual yang lebih tinggi di antara pasangan.

Namun, seiring waktu, ketika orang melaporkan peningkatan stres terkait pandemi, termasuk kesepian, depresi umum, dan kekhawatiran spesifik COVID-19, mereka juga melaporkan penurunan hasrat seksual untuk pasangan mereka.

BACA JUGA:

Busui, Ini Cara Jitu untuk Atasi ASI Seret

Hal yang penting dalam penelitian ini, menurut Balzarini, adalah keterkaitan antara stres, depresi, dan hasrat seksual. Pada awal pandemi, penyebab stres mungkin belum "memicu depresi", jelasnya. Namun, ketika penyebab stres itu berkepanjangan, orang-orang menjadi kelelahan. Stres berkorelasi dengan depresi, dan "depresi berdampak negatif terhadap hasrat seksual", katanya.

Selain stres sehari-hari yang disebabkan oleh pandemi, ancaman virus yang lebih besar membayangi, karena tingkat kematian dan rawat inap meningkat di seluruh dunia. Bahaya yang selalu ada ini pasti membantu mematikan mood pasangan.

"Kamu akan mendengar terapis seks mengatakan sesuatu seperti, 'dua zebra tidak akan kawin di depan singa'," kata Jamea, "Jika ada ancaman besar di sana, itu mengirimkan sinyal ke tubuh kita bahwa sekarang mungkin bukan saat yang tepat untuk berhubungan seks." Untuk alasan itu, stres yang meningkat menyebabkan keinginan yang rendah atau kesulitan dengan gairah.

Terlalu Banyak Kebersamaan

pasangan
Terlalu banyak waktu bersama bisa membuat pasangan menjauh. (foto: Unsplash/toa heftiba)

Sementara itu, Balzarini mendengar tentang pasangan yang mandi di siang hari atau berenang di sore hari bersama pada awal pandemi mengatakan pengalaman yang lebih seksi daripada biasanya itu akhirnya 'kehilangan daya pikat mereka'. Mereka menyerah pada tuntutan harian yang meningkat, seperti rumah yang lebih berantakan dan pasangan mulai menyebalkan.

Lehmiller menggambarkan ini sebagai 'efek eksposur berlebih' yang memberikan peluang untuk menjadikan kebiasaan kecil pasangan mulai membuatmu jengkel.

Peningkatan waktu kebersamaan ini juga sangat mengurangi gairah seksual. “Salah satu kunci untuk mempertahankan hasrat dalam hubungan jangka panjang adalah memiliki rasa misteri tentang pasanganmu dan jarak. Ketika kamu bertemu satu sama lain sepanjang waktu… rasa misterinya hilang,” kata Lehmiller.

Bisakah Bangkit Kembali?


Para peneliti di Kinsey Institute menyarankan satu perilaku khusus untuk meningkatkan kehidupan seks pasangan: mengubah kebiasaan. Satu dari lima peserta studi mencoba sesuatu yang baru di tempat tidur, dan itu membantu menghidupkan kembali hasrat dan keintiman.

“Orang yang mencoba hal-hal baru lebih cenderung melaporkan peningkatan,” kata Lehmiller. Aktivitas baru yang membantu meningkatkan kehidupan seks pasangan termasuk mencoba posisi baru, bertindak berdasarkan fantasi, terlibat dalam BDSM, dan memberikan pijatan.

Namun, bagi mereka yang memiliki hubungan dengan aktivitas seksual menyusut selama setahun terakhir dan tidak meningkat kembali, apakah akan ada kerusakan yang bertahan lama? Itu tergantung, kata para ahli. Beberapa mungkin tidak pulih. "Karena mereka mengalami kurangnya koneksi," kata Lehmiller.

Bagi banyak orang, masih ada harapan. Dengan lebih banyak orang yang divaksinasi, bisnis dibuka kembali, dan beberapa pekerja kembali ke kantor. “Orang-orang mulai kembali ke rutinitas lama mereka,” kata Jamea. Dia melihat efek positif dari hal ini pada hubungan dengan pasangan.

“Ada kemungkinan bahwa beberapa pasangan ini, setelah pandemi terkendali, akan kembali ke keadaan sebelumnya. Pemicu stres itu sekarang sudah dihilangkan dan kehidupan seks mereka akan membaik,” tutup Lehmiller.(aru)

BACA JUGA:

Terapkan Work-Life Balance di Masa Pandemi

#Kesehatan
Bagikan
Ditulis Oleh

Dwi Astarini

Love to read, enjoy writing, and so in to music.
Bagikan