TEMPAT hiburan malam di Jakarta kembali menjadi sorotan masyarakat. Kali ini Holywings, kedai modern minuman keras, menuai hujatan setelah iklan promosinya dianggap menistakan agama. Holywings mempromosikan minuman gratis bagi pemilik nama Muhammad dan Maria. Iklan itu berbuntut panjang. Pemprov Jakarta menemukan beberapa pelanggaran izin usaha Holywings.
Tempat hiburan malam bukan fenomena baru di Jakarta. Tempat ini telah berkembang sejak 1970-an saat gubernur Ali Sadikin menjabat. Beberapa jenis tempat hiburan tersebut antara lain pub, klub malam, diskotek, steam bath, dan massage parlour. Pub, klub malam, dan diskotek lazimnya menyuguhkan minuman keras sebagai sajiannya.
Baca juga:
Anggota DPRD Sebut Holywings Kerap Bikin Masalah

Ali Sadikin mengatakan dia membuka tempat-tempat hiburan tersebut untuk mengisi kas pemerintah Jakarta. Dia melihat potensi ini setelah penanaman modal dalam dan luar negeri terbuka lebar. Dia juga menyadari banyak warga Jakarta menikmati wisata hiburan malam di luar negeri.
"Daripada uang dolar jatuh ke kota-kota Bangkok, Hongkong, atau Tokyo, lebih baik disedot di Indonesia sendiri," kata Ali Sadikin seperti dikutip Ekspres, 21 Desember 1970.
Ali bahkan mengajak pengusaha swasta untuk menanamkan modalnya di Jakarta. Ajakan itu disambut hangat oleh para pengusaha. Maka berbondong-bondonglah para pengusaha menanamkan modalnya di bidang usaha hiburan malam.
Tanamur, diskotek pertama di Asia Tenggara, berdiri di Jakarta pada November 1970. Diskotek ini berbeda dari klub malam yang lebih dulu muncul. Meski sama-sama menyajikan minuman keras, Tanamur tak menyediakan tari telanjang (striptease).
Pada beberapa kesempatan tertentu, Tanamur menggelar promo bagi pelajar dan wanita. Harga tiket masuknya (cover charge) lebih murah daripada hari-hari biasa. Biasanya tiket masuk dilengkapi dengan sajian miras seperti bir. Jika tak ingin miras, pengunjung dapat memilih minuman ringan (soft drink).
Fahmy al-Hadi, pemilik Tanamur, mengatakan bahwa diskoteknya ditujukan untuk kaum tongpes alias kantong kempes. Karena itu, sajian minuman yang dihadirkan juga tak terlalu mahal.
Baca juga:

Klub malam, hiburan malam yang lebih dulu ada sebelum diskotek, telah berdiri di beberapa wilayah Jakarta. Satu yang terkenal adalah Miraca Sky Club yang terletak di Gedung Sarinah. Klub malam ini dimiliki oleh Haji Usmar Ismail, salah satu tokoh perfilman kesohor Indonesia.
Berbeda dari diskotek, minuman keras yang disajikan di klub malam jauh lebih mahal. Ini karena sasaran pengunjung klub malam lebih eksekutif. "Kebanyakan pengunjung night club itu orangtua, pejabat, atau pengusaha," kata almarhum Teguh Esha, kepada penulis suatu kali.
Sementara itu, pub atau bar di Jakarta, secara khusus memang ditujukan untuk meminum minuman keras. Salah satu yang tertua adalah Pub Jaya di belakang Gedung Jaya Jakarta.
Kehadiran tempat hiburan malam itu bukan tanpa tentangan. Ali Sadikin kerap dicemooh oleh para agamawan dan masyarakat karena pilihan kebijakannya. Tapi Ali menjawab bahwa banyak jalan di Jakarta yang dibangun dari pajak tempat hiburan malam, termasuk judi. Dia mempersilakan yang keberatan dengan kebijakannya agar tak berjalan di jalanan Jakarta.
Baca juga: