Lika-Liku Pemuda Tangguh Pekerja Lepas

Iftinavia PradinantiaIftinavia Pradinantia - Senin, 18 Oktober 2021
Lika-Liku Pemuda Tangguh Pekerja Lepas
Zergy menguak potret freelancer (Foto: Istimewa)

BERJIWA bebas. Demikian kata yang bisa disematkan pada mereka yang bekerja sebagai freelancer (pekerja lepas). Tanpa terikat waktu, tanpa terbatas aturan, mereka bebas berkreasi sembari mengumpulkan pundi-pundi rupiah.

Fleksibilitas yang ditawarkan oleh konsep bekerja secara freelance membuat para pekerja milenial lebih suka bekerja secara mandiri menjadi freelancer. Badan Pusat Statistik menyebut per-Agustus 2020 jumlah freelancer di Indonesia mencapai 33,34 juta jiwa. Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 26 persen sejak 2019. BPS memprediksi jumlah ini akan mengalami peningkatan hingga beberapa tahun mendatang.

Baca Juga:

Aku Berjuang Melawan Demam Panggung saat Bertanding

Meskipun ide menjadi freelancer terdengar seru, ada banyak hal yang harus mereka lakukan dan miliki agar menjadi freelancer tangguh. Mulai dari harus memiliki manajemen waktu yang baik hingga kemampuan "menjaring" klien agar roda perekonomian berjalan baik. Jika hal tersebut mampu dikuasai, bukan tidak mungkin angka di rekening pun akan baik secara signifikan seperti yang dimiliki oleh dua freelancer tangguh David Prastyo dan Zergy Ardeanto SP.

Sama-sama pernah membangun karir di sebuah perusahaan media, kedua freelancer design grafis tersebut mengambil langkah berani untuk berkarier secara mandiri. "Aku punya prinsip kalo kerja ikut sama orang maksimal dua atau tiga tahun. Kalau sudah waktunya keluar aku harus keluar walaupun lingkungan kerjanya nyaman. Pada akhirnya aku harus kerja sendiri lewat freelance," ujar David.

David mengaku bahwa pekerjaan yang pernah ia coba sebelumnya, sebagai guru dan desain grafis perusahaan media dibutuhkan untuk membangun etos kerja. "Bekerja di media membangun mindset. Kerjaku lebih cepat. Kalau di media kan kerja harus cepat-cepat. Sekarang pun kalau kerja harus efektif dari segi waktu," ujarnya.

"Selain itu, 70 persennya untuk cari pengalaman. Sebelumnya ngajar dan kerja di media. Pengin tahu gimana rasanya ngajar dan pengin tahu seluk beluk dunia media," lanjutnya.

Pola pikir tersebut coba ditularkan pada rekan sejawatnya, Zergy. "Waktu itu ketemu dan ngobrol sama David di Surabaya. Niat awal untuk silaturahmi aja," tuturnya.

freelance
Jumlah freelancer mengalami peningkatan. (Sumber: Pexels/Tranmautritam)

Sebagai seorang desain grafis, topik perbincangan keduanya pun seputar dunia desain dan gawai yang digunakan. "Nanya devicenya, iPad dan lain-lain," lanjutnya.

Di tengah perbincangan, teman-teman mereka ikut bergabung. Perbincangan mereka pun berkembang menjadi pembicaraan seputar dunia freelance yang mereka geluti. "Mereka bilang sebulan bisa dapatin dua kali lipat dari gaji. Aku nanya dapat dari mana mas?," bebernya.

"Aku bingung kok Jakarta malah ketinggalan. Padahal Jakarta kota metropolitan. Pusatnya ekonomi loh kok anak-anak enggak ada yang tahu. Setelah dapat info aku ulik sendiri," jelasnya.

Sebelum bertemu David, ia mengaku menjadikan freelance sebagai bisnis sampingan saja dan tetap mengandalkan pemasukan dari gaji utama.

"Sebenarnya kerja di kantor saja sudah cukup menurutku tapi kalo pengin beli barang keinginan sendiri kayak hape, hobi, motor mau enggak mau harus cari tambahan di luar. Freelance waktu itu udah ada cuma santai gitu. Ada ya dikerjain kalo enggak ada ya udah," ujarnya

Berbeda dengan David yang mundur dari perusahaan karena merasa punya "deadline" untuk dirinya sendiri, Zergy hengkang dari perusahaan karena fisiknya tidak kuat harus menjalani dua pekerjaan sekaligus.

"Kantorku kerjanya malam. Biasanya setelah pulang kantor garap kerjaan freelance. Besok paginya sampe siang lanjut garap freelance. Malemnya lanjut kerja. Capek banget," urainya.

Setelah merasa pemasukannya dari freelance lebih dari cukup, Zergy pun memberanikan diri untuk resign dari perusahaannya. "Awalnya ditahan tapi aku tolak. Aku bilang sama bosku, mas kalo diterusin aku yang bonyok," terangnya.

Keduanya mengungkapkan bahwa salah satu hal menyenangkan dari dunia freelance adalah tidak terikat waktu. "Dorongan yang paling utama dari waktu. Kerjaan kami fleksibel banget. Kita bisa lebih fokus berkarya," jelas David. Hal itu diamini pula oleh Zergy.

Baca Juga:

Usaha Buket Uang Pemudi Negeri Aing Laris Manis Selama Pandemi

Keunikan dari dunia freelance adalah keberagaman. Perbedaan karakter dari masing-masing freelancer menjadi warna tersendiri dalam dunia freelance. Meskipun sama-sama sepakat bahwa dunia freelancer memberi kelonggaran dalam hal waktu dan aturan, mereka menyikapi pekerjaan dengan cara berbeda. "Di media dulu apa-apa terbiasa cepat. Jadi kalo ada orderan buru-buru digarap supaya punya spare waktu untuk orderan lain," tutur David.

freelancer
Serunya jadi freelancer. (Sumber: Pexels/Anthony Skhraba)

"Aku tipe orang deadliners. Biasanya sejam sebelum dikasihkan ke klien aku garap. Kelar sih," jelas Zergy. Walaupun memiliki pendekatan berbeda, mereka sama-sama menunjukkan profesionalitas dalam pekerjaan. Ketangguhan dari dua freelancer tersebut tampak dari kemandirian mereka dalam mempelajari medan tempur sendirian. Mereka juga harus aktif menjaring calon klien.

"Awal-awal belum paham aplikasi Fiverr. Coba cari informasi di grup Facebook, Telegram, dan lain-lain. Lalu ngulik sendiri. Lumayan lah seminggu sekali atau dua kali begitu terus sampai tiga bulan. Akhir Desember 2019 baru agak stabil," ungkap Zergy.

"Tantangan yang saya alami adalah mencari klien. Itu agak susah. Kita harus jemput bola. Kecuali sebelum memutuskan freelance kita sudah punya portofolio yang bagus. Ada repeat buyer, atau rekomendasi dari klien sebelumnya," ucap David.

Berada di industri dengan segmen pasar luas dan pesaing banyak membuat mereka harus punya strategi jitu. "Kita bisa menentukan harga. Kalau agak idealis cari pasar yang cocok dengan karakter desain misalnya aku spesifikasi kartun, stiker dan lain-lain maka bisa jual itu," urai David.

Setali tiga uang dengan David, Zergy pun melakukan hal serupa. "Sampai sekarang saingannya luar biasa. Pasarnya tambah besar. Semakin ke sini orang semakin paham dunia freelance. Kita harus bisa menonjolkan keunggulan kita," ucap pria dengan spesialisasi ilustrasi, typography, logo design dan banner gaming tersebut.

Berlomba menggaet pasar bukanlah satu-satunya perjuangan yang harus mereka tempuh. Mereka juga harus berurusan dengan kejulidan masyarakat sekitar. Tidak dipungkiri bahwa gaya hidup freelancer yang terlihat seperti pengangguran tapi banyak duit menuai komentar miring orang. Mulai dari dianggap babi ngepet, bandar narkoba, hingga pengangguran pun tertuju pada kaum freelancer.

"Baru-baru ini dianggap pengangguran sama tetangga karena liat istri kerja sementara aku cuma bukain pagar aja," cetus Zergy.

"Di kampung belum paham apa itu desain grafis apa itu freelancer. Tetangga mikir saya orang Kominfo. Enggak apa-apa sih mereka spekulasinya bagus," terang David.

Untuk mematahkan anggapan miring tetangga, bersosialisasi menjembatani mereka dengan masyarakat sekitar sembari mengedukasi. "Coba berbaur sama masyarakat. Pas di tengah obrolan biasanya diterangkan kerjaanku tuh apa dan gimana," kata Zergy.

"Setiap lagi ronda saya bawa iPad sambil kerja. Itu jadi ajang untuk memperkenalkan ke masyarakat bahwa pekerjaan ini tuh eksis loh, bahwa kerja enggak mesti ketemu orangnya dan bisa dilakukan dari jarak jauh. Aku sering kasih lihat hasil kerjaan misalnya stiker untuk Line dan lain-lain," bebernya. (avia)

Baca Juga:

Pemuda Ingat ya, Memelihara Hewan Butuh Komitmen

#Oktober Pemuda Jagoan Negeri Aing #Freelancer #Ilustrator #Design Graphic
Bagikan
Ditulis Oleh

Iftinavia Pradinantia

I am the master of my fate and the captain of my soul
Bagikan