Teken Perpres Nomor 63/2019, Jokowi Ingin Membumikan Bahasa Indonesia

Thomas KukuhThomas Kukuh - Kamis, 10 Oktober 2019
Teken Perpres Nomor 63/2019, Jokowi Ingin Membumikan Bahasa Indonesia
Gedung-gedung pencakar langit di Jakarta. (MerahPutih.com)

MerahPutih.com - Presiden Joko Widodo baru saja menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia. Hal tersebut merupakan upaya pemerintah untuk membumikan bahasa Indonesia.

Perpres tersebut diteken pada (9/10). Berbagai hal diatur dalam perpres tersebut. Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Adita Irawati mengatakan, Perpres 63/2019 adalah aturan teknis dari UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan.

Salah satu yang penting adalah pasal 25 ayat 2. Dalam pasal itu disebutkan, bahasa Indonesia merupakan jati diri dan wujud eksistensi bangsa. Nah, dengan posisi tersebut, kata Adita, bahasa Indonesia perlu dibawa ke tempat-tempat yang strategis. “Termasuk pada forum-forum internasional, baik di dalam maupun luar negeri,” ujar dia.

Intinya, perpres tersebut mengatur bahwa aktivitas keseharian wajib menggunakan bahasa Indonesia. Bahkan, nama mal dan hotel pun harus menggunakan bahasa Indonesia.

Gedung Jakarta
Ilustrasi gedung-gedung di Jakarta. (MerahPutih.com)

Adita meyakini, kebijakan tersebut tidak akan mematikan kemampuan orang untuk berbahasa daerah. Sebab, bahasa daerah masih mendapat tempat dalam kehidupan bermasyarakat. Menurutnya, bahasa daerah juga masuk dalam mata pelajaran di sekolah-sekolah.

Selain soal pidato, perpres tersebut mewajibkan bahasa Indonesia dipakai untuk penamaan geografi, bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman, perkantoran, dan kompleks perdagangan.

Bagaimana dengan pengawasannya? Dalam Perpres 63/2019 disebutkan pemerintah daerah (kepala daerah) dan pemerintah pusat (menteri) bertugas mengawasi penggunaan bahasa Indonesia.

Menteri terkait akan menetapkan pedoman penggunaan bahasa Indonesia yang kemudian diturunkan dalam peraturan daerah.

Pengamat komunikasi politik Universitas Telkom Dedi Kurni Syah mengkritik penerbitan Perpres 63/2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia.

Salah satu poinnya mewajibkan para pejabat mulai dari Presiden, Wapres hingga kalangan menteri menggunakan Bahasa Indonesia dalam pidato resmi di dalam maupun luar negeri.

"Untuk pidato resmi di dalam negeri, masuk akal dan cukup baik sebagai simbol kedaulatan bahasa, tetapi ketika wajib juga digunakan di luar negara, ini semacam kebijakan putus asa karena tidak semua pejabat bisa berbahasa internasional, jangan sampai kebijakan ini muncul hanya sebagai pembenar ketidakcakapan pejabat publik berbahasa internasional" katanya di Jakarta, Rabu (9/10). (*)

#Joko Widodo
Bagikan
Ditulis Oleh

Thomas Kukuh

Bagikan