MerahPutih.com - PT TransJakarta berencana menerapkan uji coba tiket sistem berbasis akun atau account based ticketing (ABT) yang nantinya dapat mengatur tarif warga subsidi dan non-subsidi berdasarkan KTP.
Tarif TransJakarta sejak pertama kali beroperasi pada 15 Januari 2004 sampai sekarang itu Rp 3.500 atau sudah 19 tahun lebih tarifnya tidak berubah. Kenaikan tarif membantu mengurangi subsidi pemerintah.
Baca Juga:
Rute TransJakarta Depok-BKN Kini Lewat Cibubur
Pengamat Transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan, subsidi angkutan umum untuk masyarakat bisa diatur berdasarkan Upah Minimum Provinsi (UMP).
"Jadi ini dibagi-bagilah yang di atas UMP, di bawah UMP jadi nantinya bisa saling subsidi," kata Pengamat MTI Djoko Setijowarno.
Dia juga mengatakan, jika sistem ABT sudah diterapkan TransJakarta dapat menerapkan tarif khusus yang diatur berdasarkan waktu jam keberangkatan tertentu.
"Nanti bisa juga menerapkan tarif khusus pada waktu tertentu, misalnya, pagi hari bisa lebih murah Rp 2.000. Jadi orang berlomba-lomba naik TransJakarta," katanya.
Selain itu, menambahkan minat masyarakat, kata dia, TransJakarta dapat menerapkan tarif berlangganan yang harganya dapat lebih murah. Selain itu, paket khusus yang langsung menyambungkan dengan transportasi publik lainnya seperti MRT, LRT hingga Kereta Cepat juga dapat dilakukan.
Terkait adanya wacana kenaikan tarif TransJakarta, Djoko Setijowarno mengatakan, penyesuaian harga menjadi Rp 5.000 merupakan hal yang wajar karena angkutan umum itu sudah 19 tahun bertahan dengan tarif Rp 3.500.
"Terakhir saya cek UMP DKI Jakarta sudah mencapai Rp 4.901.798. Jadi, kenaikan tarif TJ sebesar Rp 1.500 sudah layak diberlakukan," katanya.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memberikan subsidi transportasi umum Rp 4,3 triliun per tahun dengan rincian Rp 800 miliar untuk Moda Raya Terpadu (MRT) dan Rp 3,5 triliun untuk Transportasi Jakarta (TransJakarta) guna memudahkan mobilitas masyarakat dan mengoptimalkan penggunaan angkutan massal.
Pengamat transportasi dan peneliti senior dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Revy Petragradia menilai kebijakan angkutan umum tidak perlu membedakan pengguna karena memberikan layanan angkutan umum adalah kewajiban pemerintah.
"Yang namanya kebijakan angkutan umum itu tidak perlu membedakan pengguna karena merupakan kewajiban pemerintah memberikan layanan angkutan umum," kata Revy. (Asp)
Baca Juga:
TransJakarta Layani Penumpang Kereta Cepat Whoosh Menuju Stasiun Halim