Bisnis

Tantangan dalam Pemulihan Agro-Food di Masa Pandemi

Dwi AstariniDwi Astarini - Jumat, 28 Mei 2021
Tantangan dalam Pemulihan Agro-Food di Masa Pandemi
Sektor agri-food hadapi tantangan untuk pulih selama pandemi. (foto: unsplash/markus spiske)

KETIKA pandemi meruntuhkan berbagai bidang, sektor pangan berbasi pertanian (agri-food) masih bertahan. Sepanjang 2019, sektor itu bahkan menyumbang sepertiga dari total PDB Indonesia.

Meski demikian, laporan terbaru dari Oxford Economics , seperti dilansir ANTARA (27/5), mengungkap meskipun pontesial menjadi penggerak utama pemulihan ekonomi pascapademi, di saat yang sama sektor ini paling rentan terhadap gangguan-gangguan di kawasan Asia Tenggara.

Gangguan itu meliputi risiko penawaran dan permintaan, risiko kebijakan fiskal, serta pandemi yang tak kunjung usai.

BACA JUGA:

Indonesia Jadi Founding Member Global Blockchain Forum

Dalam laporan The Economic Impact of Agri-Food Sector in South East Asia mengenai tantangan dan dampak ekonomi dari sektor agri-food pada 2020, yang diinisiasi Food Industry Asia (FIA) menyebutkan pada 2019, sektor agri-food di Indonesia memberikan kontribusi PDB sebesar USD 374 miliar. Pemasukan itu didorong lanskap pertanian nan luas. Hal itu berkontribusi cukup besar terhadap pendapatan nasional dan lapangan pekerjaan.

Sektor itu mewujudkan separuh dari keseluruhan tenaga kerja dengan 63,4 juta lapangan pekerjaan. Capaian itu menjadikannya penghasil lapangan pekerjaan terpenting dalam perekonomian negara. Sektor tersebut juga telah menyumbang total pendapatan pajak sebesar USD 42,7 miliar.

Laporan tersebut juga mencatat bahwa sektor agri-food tetap bertahan selama pandemi COVID-19. Pada 2020, sektor itu bahkan mencatatkan pertumbuhan 2 persen. Pertumbuhan itu berarti peningkatan terhadap kontribusi PDB sebesar USD 8,2 miliar.

Namun, di balik potensi besar sebagai penggerak ekonomi, sektor ini diperkirakan akan menghadapi beberapa tantangan selama masa pemulihan ekonomi.

agri-food
Sektor agri-food potensial jadi penggerak ekonomi di masa pandemi. (foto: unsplash/randy fath)

Matriks dari laporan Economic Recovery menempatkan Indonesia dalam risiko pemulihan tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Hal itu melihat bagaimana Indonesia sangat bergantung kepada sektor pariwisata untuk memulihkan kembali industri pangan.

Dalam menanggapi temuan tersebut, Ketua Umum GAPMMI (Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman) Adhi Siswaya Lukman mengatakan sektor pariwisata berkontribusi terhadap 8,8 persen dari total konsumsi pangan di Indonesia.

Namun, mengingat pariwisata internasional masih terus dikelilingi oleh ketidakpastian, industri agri-food perlu bekerja sama dengan pemerintah untuk mengidentifikasi cara-cara lain agar mampu berkembang di era kenormalan baru saat ini.

“Laporan ini menunjukkan adanya kinerja yang kuat dari industri agri food serta betapa pentingnya sektor ini dalam mendorong pergerakan ekonomi nasional. Akan tetapi, laporan ini juga menunjukkan bagaimana Indonesia menghadapi risiko pemulihan tertinggi di Asia Tenggara, dengan defisit fiskal yang terus memburuk yang dapat berpotensi menciptakan tekanan biaya pada rantai pasokan makanan, sehingga pada akhirnya dapat berdampak pada sektor pangan nasional,” ujarnya.

agriculture
Perlu pemahaman lanskap risiko untuk bisa memajukan sektor agri-food. (foto: nilotpal-kalita/unsplash)

Direktur Eksekutif FIA Matt Kovac mengatakan butuh pemahaman lanskap risiko saat ini dan yang akan datang sebelum menerapkan langkah-langkah nyata untuk menghidupkan kembali ekonomi pasca-COVID-19. Ia menekankan pentingnya bagi para pembuat kebijakan untuk menyadari dan mengatasi risiko-risiko tersebut, mengingat besarnya skala kontribusi sektor ini terhadap lapangan pekerjaan dan PDB Indonesia. “Dengan adanya tantangan besar yang diproyeksikan untuk 2021, sangatlah penting bagi Indonesia untuk tetap memperhatikan hal ini dengan berbagai kebijakan yang dapat berdampak pada industrinya," kata Kovac.

Sementara itu, Direktur Economic Consulting Asia untuk Oxford Economics James Lambert menyampaikan penting bagi para pembuat kebijakan untuk menciptakan kondisi yang paling kondusif bagi industri agri-food agar dapat berdiri kembali.

Penyesuaian fiskal dapat mencakup pengurangan pengeluaran publik atau peningkatan pendapatan pajak. Hal itu dapat menimbulkan risiko bagi pemulihan sektor agri-food Indonesia, yang bahkan dapat berimbas pada ekonomi nasional yang lebih luas.(dwi)

Bagikan
Ditulis Oleh

Dwi Astarini

Love to read, enjoy writing, and so in to music.
Bagikan