MENURUT laman tamanmini, Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dibangun tahun 1972 kemudian diresmikan pada tanggal 20 April 1975. Pada destinasi wisata ini tercakup berbagai aspek kekayaan alam dan budaya Indonesia sampai pemanfaatan teknologi modern diperagakan di areal seluas 150 hektar.
Berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 51 Tahun 1977, tanggal 10 September 1977, TMII ditetapkan sebagai milik Negara Republik Indonesia yang penguasaan dan pengelolaannya diserahkan kepada Yayasan Harapan Kita. Namun sejak bulan Juli 2021 pengelolaannya diserahkan pada PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko.
Baca Juga:
Pesawat B 737-400 Garuda Indonesia Tergelincir dan Terbakar di Yogyakarta
Yang menjadi daya tarik adalah berbagai anjungan propinsi yang ada di Indonesia. Anjungan-anjungan ini mempertontonkan segala bentuk budaya, adat dan tradisi yang ada di propinsi Indonesia yang kala itu baru berjumlah 26 propinsi. Tak hanya itu pengunjung taman wisata ini ini juga dapat menikmati Teater IMAX Keong Emas, Teater 4D'Motion, Kereta Gantung, Monorel Titihan Samirono. Pun terdapat berbagai museum unik yang menunjukan kekayaan alam Indonesia. Tak lupa rumah-rumah ibadah dari agama-agama yang diakui di Indonesia. Pada era Gus Dur ditambahkan rumah ibadat bagi penganut agama Khong Hu Chu.
TMII yang menempati area seluas lebih kurang 150 hektar ini dibangun dengan biaya Rp10,5 miliar yang sempat dikiritik oleh masyarakat. Gerakan menentang pembangunan TMII kala itu berasal dari mahasiswa, intelektual dan tokoh masyarakat lainnya. Muncul berbagai gerakan yang tujuannya menentang pembangunan TMII, seperti Gerakan Penghematan (Gepeng), Gerakan Penyelamat Uang Rakyat, atau Gerakan Akal Sehat (GAS).
Sempat terjadi bentrokan di depan sekretariat Yayasan Harapan Kita antara massa Gerakan Penyelamat Uang Rakyat dengan massa lainnya yang membawa senjata tajam. Kabarnya satu anggota gerakan ini terkena bacokan dan satu terkena peluru nyasar. Akibatnya semakin membuat suasana memanas dan beberapa organisasi mahasiswa saat itu sudah terlihat turun ke jalan.
Baca Juga:

Ini kemudian membuat Suharto buka suara dan mengancam akan memakai Supersemar. Kemudian pada 17 Januari 1972, Letjen Soemitro yang pada waktu itu adalah Wakil Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban menghentikan langkah semua penentang itu, bahkan juga penahanan-penahanan.
Kemudian gerakan ini diredam dengan DPR memfasilitasi pertemuan antara anti pembangunan TMII, pemerintah dan Yayasan Harapan Kita. Kemudian tercapai kesepakatan bahwa pemerintah membuat badan pengawas pembangunan yang isinya tokoh-tokoh masyarakat. Sejak saat itu sudah tidak ada lagi aksi penentangan. (psr)
Baca Juga: