PANDEMI COVID-19 tidak hanya menimbulkan krisis kesehatan dan perekonomian, tetapi juga hubungan pernikahan di seluruh dunia. Menurut survey yang dilakukan oleh Legal Templates, database online untuk dokumen legal, ditemukan kenaikan sebesar 34% pada dokumen perjanjian perceraian pada 2020.
Laman Insider juga melaporkan bahwa SEM Rush menemukan bahwa pencarian kata filling for divorce atau mengajukan perceraian pada mesin pencarian, termasuk Google, meningkat sebesar 22% pada 2020. Tidak hanya itu, kata-kata "pengajuan cerai online" juga meningkat sebesar 95,86%.

Stres berkepanjangan, kecemasan, terlalu lama di rumah, dan kepahitan di tengah pandemi menjadi penyebab terbesar dari meningkatnya kasus perceraian ini.
Kenyataan tersebut mendorong peneliti untuk melakukan riset terhadap pengaruh dari perceraian terhadap kesehatan manusia. Dipublikasikan pada Frontiers in Psychology, studi ini menemukan bahwa perceraian bisa mempengaruhi gangguan kesehatan mental dan fisik manusia.
Baca juga:
Penelitian melakukan survey terhadap 1,900 partisipan yang telah bercerai di Denmark. Para partisipan ini mengisi kuesioner mengenai alasan utama perceraian, latar belakang, serta kesehatan mereka.
Secara keseluruhan, ditemukan bahwa kualitas hidup orang-orang setelah bercerai terbukti menurun.

Profesor di Univeristy of Copenhagen, Dr Søren Sander, mengatakan bahwa kesehatan mental dan fisik seseorang setelah bercerai jadi memburuk secara signifikan.
Menurutnya, stres yang disebabkan oleh perceraian mampu memicu daya tahan tubuh yang melemah, kualitas tidur yang buruk, kesehatan kardiovaskular yang menurun, serta kecemasan dan depresi yang meningkat.
Baca juga:
Parents, Bentuk Mental Juara pada Anak dengan Pola Asuh Tepat
Dikutip dari WebMD, penelitian yang dilakukan pada 2009 juga memiliki kesimpulan yang selaras. Orang yang bercerai memiliki risiko terkena gangguan jantung, diabetes, kanker, dan kondisi kronis lainnya 20% lebih tinggi dibandingkan ketika masih menikah.

Kondisi komunikasi kamu dengan mantan pasangan ketika bercerai juga mempengaruhi kesehatan masing-masing. Sedikit konflik ketika bercerai membuat kesehatan fisik dan mental seseorang lebih sehat ketimbang pasangan bercerai yang memiliki tingkat konflik lebih tinggi.
"Berlaku bagi semua gender, tingkat konflik yang tinggi ketika bercerai diprediksikan bisa merusak kesehatan mental lebih parah, bahkan setelah memperhitungkan variabel sosio-demografis dan karakteristik perceraian lainnya," ungkap Sander. (SHN)
Baca juga:
Parents Jangan Cengeng, Didik Anak Agar Tidak Manja