BERGANTI tahun sebenarnya hanyalah istilah saja. Kehidupan tetap berjalan. Tahun 2022 semeacam episode baru bagi publik untuk lebih menerima kenormalan baru.
Bukan hanya tentang pandemi COVID-19 yang belum menemukan ujungnya. Namun juga pada isu-isu lainnya seperti krisis iklim, masalah air dan teknologi.
Baca Juga:

Seperti yang dikatakan oleh Maria Salzman, global forecaster, dalam 22 for 2022: Measuring Up What We Thought We Knew, yang dilansir dari laman Mirror, menyebutkan teknologi memainkan peran besar di tahun depan. Dia juga mengatakan meta semesta, dunia maya yang dibuat mirip dengan alam semesta, dalam penggunaan virtual reality menjadi perbincangan dan obsesi global pada dunia digital.
Di sisi lain di tahun depan itu akan muncul sikap anti teknologi. Bisa jadi, Salzman menyatakan bahwa akan dibuat garis tegas antara publik, teknolgi dan perusahaan media sosial. Publik melihat dan berpikir ulang tentang privasi dan data yang ada di dunia maya. Mereka melihat bahwa penggunaannya itu mengarah pada itikad yang tidak baik.
Kemudian dengan masih menggantungnya COVID-19 dengan berbagai variannya, Salzman menegaskan bahwa bekerja atau sekolah jarak jauh masih dilakukan. Ini semakin membuat bekerja dan kelas belajar ditinggalkan.
Semua predksinya, dia mengatakan hal yang pasti adalah ketidakpastian itu sendiri. Publik sudah bosan dan risau dengan situasi dan kondisi yang ada saat ini. Ditambah lagi dengan perkembang dunia yang semakin kompleks yang mengubah zona kenyamanan yang sudah berlangsung lama.
Perempuan yang mempopulerkan istilah metrosexual di tahun 2003 ini, menyebutkan adanya kecemasan di dalam publik pada sains yang berkembang sangat cepat. Padahal sains diharapkan dapat menjadi keuntungan bagi manusia di masa depan.
Kekhawatiran Salzman ada perkembangan dari intervensi gen yang dapat mengubah kondisi embrio menjadi baik dan menyingkirkan segala hal yang tidak disukai pada diri manusia. Itu termasuk pengubahan tinggi badan, bentuk fisik dan kepandaian.
Baca Juga:

Hal yang sama pernah diungkapkan oleh Stephen Hawking, dengan begitu hanya orang-orang kaya saja yang mampu ‘membeli’ perkembangan sains ini. Celakanya golongan menengah akan perlahan menghilang. Dapat mengarah pada polarisasi, kemarahan dan ekstrimisme.
Gejolak dalam masyarakat pun tak luput dari perhatiannya. Dia menyebutkan bahwa persamaan hak kian digaungkan dengan suara keras. Setelah satu dekade masyrakat hanya menerima saja, bisa jadi tahun depan menjadi lebih sensitif pada isu ini dan semakin tipis toleransinya.
Krisis iklim menjadi isu yang tak terelakan, semakin banyak orang yang lebih peduli pada permasalahan ini. Salzman menunjuk pada kelompok masyarakat yang berpendapatan besar menjadi biang dari gas emisi rumah hijau. Namun yang harus menanggung akibatnya adalah masyarakat yang berpendapatan rendah.
Meskipun demikian krisis iklim yang mengarah pada perubahan cuaca, kelangkaan air, badai dan banjir, malah kemudian dipeluk sebagai kenormalan yang diterima. Badai yang memporak-porandakan pemukiman atau banjir yang datang dilihat sebagai suatu yang biasa nantinya. Kleangkaan air yang kemudian memunculkan banyak solusi sumber air yang dapat dimanfaatkan manusia.
Sisi positifnya dari kondisi saat ini ternyata membuat kehidupan manusia jauh lebih baik. Salzman menyebutkan bahwa kondisi manusia saat ini jauh lebih baik ketimbang satu abad yang lalu. Manusia yang dipaksa berada di rumah mengurangi aktivitas di luar seperti berpesta sepanjang malam. Ini yang membuat menjadi lebih baik.
Sudah seharusnya orang menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi yang ada. Seperti menerima kompleksitas dari keadaan yang ada sebagai kenormalan, menerima dengan tangan terbuka dan mencari solusi terbaik. (psr)
Baca Juga:
Kabar Baik dan Buruk dari Dunia Fauna Sepanjang 2021