Sukses Lewat Pendidikan Non Formal? Kenapa Enggak?

Andreas PranataltaAndreas Pranatalta - Jumat, 30 Juli 2021
Sukses Lewat Pendidikan Non Formal? Kenapa Enggak?
Pendidikan non formal mampu membuat sebagian orang beradaptasi. (Foto: MP/Andreas Pranatalta)

JERRY Hermawan Lo memutuskan berhenti sekolah di bangku Sekolah Dasar. Ia memilih membantu orang tuanya berjualan di pasar. Di masa kanak-kanak, Jerry harus menghadapi pilihan sulit. Mau lanjut sekolah dengan keadaan ekonomi keluarga morat-marit, atau berhenti sekolah tapi masih bisa belajar di pasar sambil membantu orang tuanya.

Di situ jadi titik awal kesuksesan Jerry dimulai. Ia bertolak hijrah ke Jakarta, mengadu nasib bekerja serabutan, mulai memandikan bus Gamadi, mencuci mangkuk kotor, menjadi salesman, berjualan sabun colek, ternak hewan, sampai menjual resep sabun dilakoninya.

Ketika sedang merintis usaha sabun colek, kala itu nilai tukar rupiah terhadap dolar melemah sehingga membuat kebutuhan usahanya dari luar negeri naik. Imbasnya usaha sabun colek Jerry bangkrut alias gulung tikar. Meski beitu, hidup di jalan mengajarkannya banyak hal, termasuk tidak mudah menyerah. Ia kini sukses membangun JHL Group bergerak di bidang properti, hotel, otomotif, dan masih banyak lagi.

Satu hal bisa diunduh dari cerita Jerry Hermawan Lo, pendidikan non formal bukan semata-mata sebagai jalan untuk sukses. Meski tak sedikit pula orang menyelesaikan pendidikannya di sekolah hingga tamat, dan akhirnya sukses dengan perjuangannya masing-masing.

Baca juga:

Belajar Pantang Menyerah Melalui Kisah Jatuh-Bangun Jerry Hermawan Lo

Sukses Lewat Pendidikan Non Formal? Kenapa Enggak?
The Power of Mind, salah satu kunci kesuksesan Jerry Hermawan Lo (Foto: MP/Rizki Fitrianto)

Di masa pandemi COVID-19 ini, belajar di sekolah tampaknya begitu dirindukan para siswa. Coba saja lihat tren TikTok sekarang, mereka throwback dengan mengunggah aktivitas-aktivitas konyol di sekolah saat jam kosong. Rasa rindu semakin berat diiringi dengan backsound remix Chrisye, Anak Sekolah dan Armada, Pergi Pagi Pulang Pagi.

Meski begitu, pendidikan fromal tak melulu menunjukan keberpihakan. Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mencatat jumlah anak putus sekolah cukup tinggi selama pandemi COVID-19, terutama mereka berasal dari keluarga miskin.

Ada lima penyebab anak putus sekolah saat pandemi, seperti pernikahan di bawah umur, bekerja, menunggak iuran SPP, kecanduan game online, dan meninggal dunia. Ada 33 anak putus sekolah karena menikah di Kabupaten Seluma, Kota Bengkulu, dan Kabupaten Bima.

Baca juga:

Pengakuan Bandar Kunci Jawaban Ujian Nasional Ngilmu di Negeri Aing

Sukses Lewat Pendidikan Non Formal? Kenapa Enggak?
Banyak belajar dari lingkungan sosial. (Foto: Unsplash/Fikri Rasyid)


Ada lagi kasus dua anak di Jakarta dan Cimahi putus sekolah karena bekerja, 34 anak menunggak iuran SPP, satu anak di Cimahi karena kecanduan game online, dan satu siswa meninggal di SMAN di Kabupaten Bima karena terseret arus ketika bencana banjir.

Di samping itu, terdapat fenomena banyaknya angka putus sekolah atau tidak dapat menyelesaikan satu jenjang pendidikan sekolah, seperti ketidakcocokan siswa dengan kehidupan sekolah bersifat elitis, formal kaku dalam interaksi guru dan siswa, hingga kurikulum terasing dari kehidupan masyarakat.

Menurut penelitian Sodiq A. Kuntoro pada "Pendidikan Nonformal Bagi Pengembangan Sosial", siswa putus sekolah tidak hanya mereka berlatar ekonomi rendah, tapi juga dari segi ekonomi mampu, namun merasa tidak cocok dengan rutinitas sekolah.

Fenomena angka putus sekolah masih cukup besar diperparah dengan masih adanya masyarakat buta aksara (membaca dan menulis) secara fungsional, karena belum tuntasnya pencapaian pendidikan dasar bagi semua warga negara usia pendidikan dasar.

jerry hermawan lo, buku life university
Jerry Hermawan Lo. (Foto: MP/Rizki Fitrianto)

Ilmu pengetahuan dan keterampilan diperoleh dari sekolah seolah-olah semakin cepat menjadi usang dan kurang dapat digunakan untuk memecahkan tantangan baru dalam kehidupan sehari-hari. Alhasil, beberapa orang lebih memilih untuk mendapat pendidikan secara non formal.

Pada Pasal 26 ayat 3, menyebutkan beragam program pendidikan non formal, meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan, pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

Kondisi semacam ini menuntut adanya layanan pendidikan dilakukan masyarakat maupun pemerintah dengan fungsi sebagai penambah atau pelengkap pendidikan formal.

Pendidikan non formal dalam rangka pendukung pendidikan sepanjang hayat dan mendukung terciptanya learning society membutuhkan perubahan konsep, kegiatan, kurikulum, proses pembelajaran, peran tutor, dan peserta belajar. Filosofi pendidikan sepanjang hayat paling menonjol tak lain semua aktivitas kehidupan dalam masyarakat dapat dikatakan sebagai aktivitas pendidikan.

Pendidikan non formal juga dilakukan untuk menciptakan sumber daya manusia diharapkan mampu beradaptasi dengan perubahan zaman. Pengembangan sumber daya manusia menurut Ibnu Syamsi pada "Pendidikan Luar Sekolah Sebagai Pemberdaya Dalam Masyarakat," dapat diartikan suatu proses belajar untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja dalam pekerjaan dan menyiapkan diri untuk peran dan tanggung jawab di kemudian hari.

Sukses Lewat Pendidikan Non Formal? Kenapa Enggak?
Beberapa siswa putus sekolah karena ekonomi. (Foto: Unsplas/Yannis H)


Para pakar dalam jurnal tersebut mengatakan belajar lebih dari sekadar mengetahui sesuatu dan memecahkan masalah, tetapi juga untuk kemajuan kehidupan.

Hubungan pendidikan non formal dan pemberdayaan menjadi cara untuk menggali suatu proses belajar kelompok masyarakat untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja bersama. Semua dilakukan demi menyiapkan diri untuk bertanggung jawab di masa akan datang, memaknai belajar mengetahui, belajar berbuat, belajar hidup bersama, dan belajar menjadi seseorang.

Jika dikaitkan dengan perjalanan hidup Jerry Hermawan Lo, pendidikan non formal membuat karakternya terbentuk dan menjadi sosok sukses dengan tempaan pengalaman langsung di kehidupan sehari-hari. Mulai cara menentukan pilihan lanjut sekolah atau membantu orang tua, belajar menggantung cita-cita setinggi langit lalu bekerja keras menggapainya, tak kenal lelah meski berkali-kali gagal, dan tak cepat puas.

Dari Jerry Hermawan Lo, kita bisa belajar, ijazah pendidikan formal bukan semata-mata patokan kesuksesan seseorang. (and)

Baca juga:

Belajar Stimulasi Bayi di Rumah Aja, Cara Orang Tua Muda Ngilmu di Negeri

#Juli Ngilmu Di Negeri Aing #Teknologi
Bagikan
Ditulis Oleh

Andreas Pranatalta

Stop rushing things and take a moment to appreciate how far you've come.
Bagikan