Sukarno-Hatta Menumpang Kereta Api Rahasia Menuju Yogyakarta (2)

Yudi Anugrah NugrohoYudi Anugrah Nugroho - Minggu, 03 Januari 2021
Sukarno-Hatta Menumpang Kereta Api Rahasia Menuju Yogyakarta (2)
Kereta Api Luar Biasa (KLB). (MP/Noer Ardiansjah)

ANWIR, pemimpin Kereta Luar Biasa (KLB) di Dipo, Manggarai, tampak sibuk memeriksa empat rangkaian gerbong.

Satu per satu gerbong, termasuk poliklinik, diperiksa ulang sebelum diberangkatkan. Ia beroleh perintah khusus dan rahasia mempersiapkan kereta dengan tujuan Yogyakarta.

Baca juga :Kisah Jenderal Soedirman Kecil, Polemik Orang Tua Hingga Jajal Sekolah Eropa (3)

Begitu keempat gerbong selesai diperiksa, Anwir lantas memerintahkan para pekerja menyambung gerbong pada lokomotif C28. Kereta Luar Biasa (KLB) dipersilakan melaju perlahan sampai Jalan Pegangsaan, persis di belakang rumah Bung Karno.

KLB memang direncanakan mengangkut empunya rumah beserta para pejabat tinggi Republik Indonesia. Pemberangkatan dilakukan dengan rahasia sesuai keputusan rapat kabinet tertutup diketuai Sutan Sjahrir.

sukarno
Lokomotif kuno saat tiba di Stasiun Purwosari beberapa tahun lalu. (MP/Raditya)

Usai beroleh surat dukungan kesiapan Sri Sultan Hamengku Buwana IX dan Sri Paku Alam VIII, para petinggi di Jakarta mengadakan rapat kabinet tertutup dengan keputusan memindahkan ibukota sementara di Yogyakarta lantaran keadaan kemanan di Jakarta sudah tak lagi kondusif.

Selain sisa pasukan Jepang belum ditarik mundur, dua minggu setelah proklamasi serdadu Nederlandsch Indië Civiele Administratie atau Netherlands-Indies Civiele Administration (NICA) membonceng pasukan Sekutu tiba di Jakarta. NICA acap meneror tokoh-tokoh republik.

Demi keamanan dan keberlangsungan republik, Sukarno-Hatta berikut pejabat tinggi negara harus keluar Jakarta secepatnya. Sekira 15 pasukan pengawal dipersiapkan.

Mangil Martowidjojo dalam buku Kesaksian tentang Bung Karno mengatakan, para pengawal mengatur pemberangkatan dengan sebaik mungkin. "Agar seolah-olah tidak ada tanda-tanda bahwa Bung Karno dan rombongan akan meninggalkan Jakarta," tulisnya.

sukarno
Lokomotif C28 yang mengantar KLB Sukarno dari Jakarta ke Yogyakarta. (Sumber: tropenmuseum.nl)

Para pengawal, seturut Mangil Martowidjojo, pengawal pribadi Bung Karno pada Kesaksian tentang Bung Karno, mengatur pemberangkatan dengan sebaik mungkin agar tidak tercium NICA. Langsiran kereta api dari Manggarai ke Pegangsaan pada waktu itu lazim dilakukan. Agar seolah-olah tidak ada tanda-tanda bahwa Bung Karno dan rombongan akan meninggalkan Jakarta," kenang Mangil.

Baca juga: Sukarno Memilih Berdiplomasi, Soedirman Memutuskan Gerilya (20)

Sukarno meminta agar para rombongan tidak membawa barang-barang mencolok. "Tidak ada seorang pun dari saudara boleh membawa harta benda. Aku juga tidak," kata Sukarno kepada para pejabat tinggi negara pada Cindy Adams dalam Bung Karno; Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.

Rombongan mulai berangkat dari Pegangsaaan dengan hati was-was. "Bernapas saja harus sangat hati-hati," kata Bung Karno. "Sebab bisa saja serdadu-sedadu Belanda dari Batalyon KNIL di Senen yang terkenal brutal itu muncul".

Sesampai di Stasiun Manggarai, KLB berhenti sejenak. Tentara besutan Belanda banyak berkeliaran. "Waktu itu keadaan di dalam KLB gelap sekali. Lampu-lampu sengaja tidak dinyalakan," kata Mangil. Setiap kereta diperhatikan. Dipelototi.

sukarno
Lokomotif kuno saat tiba di Stasiun Purwosari beberapa tahun lalu. (MP/Raditya)

Beruntungnya, kereta ditempati para tokoh bangsa diabaikan NICA. "Seandainya kami ketahuan, seluruh negara dapat dihancurkan dengan satu granat," katanya.

Tak lama berselang, KLB kembali berangkat. Kereta berbelok melintasi arah Stasiun Jatinegara. Melaju menuju Stasiun Klender dengan kecepatan ditambah hingga mencapai 25 km per jam.

Keberangkatan rombongan dari Pegangsaan tidak diketahui patroli-patroli Belanda. "Lewat Stasiun Klender, Anwir mengizinkan masinis melaju dengan kecepatan sampai 90 km per jam," tulis Soedarjo.

Selama 15 jam perjalanan kereta akhirnya berhenti di Tugu Yogyakarta pada Jumat, 4 Januari 1946, sekitar pukul 9.00 WIB. Rombongan Sukarno-Hatta disambut Sri Sultan Hamengku Buwana IX dan Sri Paku Alam VIII. (*)

Baca juga: Spoor Gunakan Strategi Operasi Gagak, Soedirman Terapkan Perang Gerilya Semesta

#Sukarno #Sejarah #Yogyakarta
Bagikan
Bagikan