TIDUR sangat penting untuk kehidupan sehari-hari, kesehatan, dan kesejahteraan. Namun, tidur bahkan lebih penting untuk anak-anak yang berjuang dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Pasalnya, kurang tidur dapat memicu peningkatan hiperaktifitas, impulsifitas, dan kesulitan berkonsentrasi, sehingga semakin sulit untuk mengelola gejala ADHD.
Menurut para ilmuwan, campuran faktor genetik dan lingkungan, termasuk polutan, tingkat neurotransmitter, dan bentuk otak, berkontribusi terhadap ADHD. Orang dengan ADHD mungkin mengalami kesulitan dalam mengatur emosi dan perilaku mereka, yang akhinya dapat memengaruhi fungsi dan hubungan sehari-hari mereka.
Baca Juga:
“Penelitian menunjukkan hubungan dua arah antara tidur dan ADHD. Ini berarti masalah tidur dapat memperburuk gejala ADHD dan sebaliknya. Masalah tidur terkait ADHD mungkin merupakan efek samping dari gangguan gairah, kewaspadaan, dan sirkuit regulasi di otak,” tulis Ugo Uche, Konselor Profesional Berlisensi yang mengkhususkan diri pada remaja dan dewasa muda pada laman Pyschology Today.

Kurang tidur dapat memperburuk beberapa gejala ADHD atau menirunya. Misalnya, ketika anak kurang tidur, mereka mungkin menjadi lebih hiperaktif, tetapi ketika orang dewasa yang kurang tidur, mereka mungkin merasa lebih lelah dan kekurangan energi.
Masalah tidur mungkin muncul sebelum diagnosis ADHD. Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Child Psychology and Psychiatry meneliti hubungan antara masalah tidur pada anak usia dini dan diagnosis ADHD pada masa kanak-kanak selanjutnya. Para peneliti menganalisis data dari kelompok besar anak-anak, yang diikuti para peneliti sejak lahir hingga usia 10 tahun.
Baca Juga:
Mereka menilai masalah tidur pada usia 18 bulan dan lima tahun menggunakan laporan orang tua dan aktigrafi (alat yang mengukur gerakan dan pola tidur). Mereka juga melihat gejala dan diagnosis ADHD pada anak usia tujuh dan sepuluh tahun menggunakan laporan orang tua dan guru serta tes standar.

Hasilnya menunjukkan bahwa masalah tidur pada anak usia dini dikaitkan dengan peningkatan risiko diagnosis ADHD pada masa kanak-kanak selanjutnya. Secara khusus, anak-anak yang memiliki rutinitas tidur yang tidak teratur, durasi tidur malam yang pendek, dan sering terbangun di malam hari pada usia 18 bulan dan lima tahun lebih cenderung memiliki gejala dan diagnosis ADHD pada usia tujuh dan sepuluh tahun. Asosiasi ini tetap signifikan setelah mengendalikan faktor lain, seperti jenis kelamin, status sosial ekonomi, kesehatan mental ibu, dan paparan nikotin prenatal.
Para peneliti menyimpulkan bahwa masalah tidur pada anak usia dini dapat menjadi faktor risiko untuk mengembangkan ADHD pada masa kanak-kanak selanjutnya. Studi ini menunjukkan bahwa identifikasi dini dan intervensi untuk masalah tidur dapat membantu mencegah atau mengurangi konsekuensi negatif dari ADHD pada perkembangan dan kesejahteraan anak.
Namun, tak perlu khawatir, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk membantu anak dengan ADHD yang memiliki kesulitan tidur. Langkah yang bisa dicoba antara lain: menciptakan rutinitas waktu tidur dan bangun yang teratur, memastikan anak cukup berolahraga, mengurangi aktivitas yang membutuhkan terlalu banyak fokus, serta menghindari konsumsi makanan berat mendekati waktu tidur. (dsh)
Baca Juga:
Digital Parenting, Mengupas Metode Didik Orang Tua di Era Kekinian