Pemulihan Ekonomi

Strategi Negara Ekonomi Teratas dan Indonesia Kendalikan Keterpurukan Ekonomi

Alwan Ridha RamdaniAlwan Ridha Ramdani - Selasa, 06 April 2021
Strategi Negara Ekonomi Teratas dan Indonesia Kendalikan Keterpurukan Ekonomi
Perkantoran Jakarta. (Foto: TMC Polda Metro Jaya).

Pandemi COVID-19 menyebabkan ekonomi global mengalami kontraksi terburuk dalam 150 tahun terakhir. Paling tidak, 170 negara dari 192 negara anggota PBB mengalami keterpurukan ekonomi dalam satu tahun terakhir ini.

Bagi Indonesia, dampak pandemi terhadap Indonesia terasa pada kuartal II-2020 yaitu menyebabkan kontraksi ekonomi hingga 5,32 persen yang merupakan terburuk sejak krisis keuangan pada 1997-1998. Sepanjang 2020, Indonesia mengalami penurunan ekonomi 2,07 persen.

"COVID-19 memaksa dan membuat semua negara harus memformulasikan kebijakan tidak hanya ekonomi tapi kesehatan dan sosial,” kata Menkeu Sri Mulyani dalam Webinar IAEI di Jakarta, Selasa (6/4).

Baca Juga:

Pemerintah Diminta Tinjau Ulang Bunga Dana Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional

Sri menegaskan, dampak pandemi pada ekonomi dalam negeri, masih lebih baik dibandingkan negara anggota G20 seperti Prancis minus 9 persen, India minus 8 persen, Meksiko minus 8,5 persen, Inggris minus 10 persen, Brasil minus 4,5 persen, dan Arab Saudi minus 3,9 persen serta negara ASEAN kecuali Vietnam dan China masih memiliki pertumbuhan yang positif.

Tercatat, Singapura minus 6 persen, Filipina minus 9,6 persen, dan Malaysia minus 5,8 persen. Lalu, negara Organization Islamic Coorporate (OIC) atau Organisasi Kerja sama Islam seperti Iran minus 1,5 persen, Kuwait minus 8 persen, Nigeria minus 3,2 persen, dan Qatar minus 4,5 persen.

"Maka Indonesia juga masih dalam kondisi relatif lebih baik," ujarnya.

Sri menegaskan, untuk mengurangi dampak, Indonesia fokus pada dua instrumen yaitu fiskal dan moneter sebagai langkah untuk melawan dampak pandemi ini. Salah satunya, meningkatkan anggaran PEN sekitar USD40 miliar di 2021. Sementara data IMF mencatat total stimulus seluruh dunia mencapai USD11,7 triliun atau 12 persen dari PDB dunia.

Dikutip Antara, para pemimpin keuangan dunia pada Rabu (7/4), akan membahas bagaimana mengoordinasikan kebijakan mencegah ekonomi kembali dari resesi karena pandemi COVID-19 dan melakukan serangkaian kebijakan agar kecepatan pemulihan sama diantara berbagai negara.

Para menteri keuangan dan gubernur bank sentral dari 20 negara dengan perekonomian teratas dunia, menegaskan kembali kebutuhan untuk tidak melonggarkan langkah stimulus terlalu cepat dan membahas bagaimana membantu negara-negara miskin yang didera utang.

Berbeda dengan pertemuan pertama kepresidenan Italia pada Februari, pertemuan kali ini akan dilanjutkan dengan komunike resmi. Hal ini, terkiat, tingkat inokulasi COVID sangat bervariasi, dengan Inggris dan Amerika Serikat jauh melampaui kebanyakan negara Uni Eropa, Asia, dan terutama Afrika.

Saat ini instrumen utama kebijakan ekonomi adalah vaksinasi dan Amerika Serikat telah mengadopsi stimulus fiskal besar-besaran, yang diperkirakan akan mengarah pada pemulihan yang lebih cepat.

G20 diyakini akan mempertahankan komitmen mencapai kesepakatan tentang tingkat pemajakan perusahaan minimum dan pemajakan terhadap raksasa internet pada pertengahan tahun, dan fokus pada keringanan utang untuk negara-negara miskin. Namun, tidak ada proposal di tingkat G20 untuk memperluas kerangka kebijakan restrukturisasi utang dengan inisiatif baru untuk mengampuni utang bagi negara yang kesulitan membayar.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengklaim Indonesia memiliki pijakan bagus untuk mendorong pemulihan ekonomi dari krisis pandemi COVID-19. Hal ini karena pertumbuhan 2020 lebih baik dibanding negara lain.

Perkantoran di Jakarta. (Foto: Antara)
Perkantoran di Jakarta. (Foto: MP/Rizky)

“Kontraksi Indonesia tidak sedalam negara lain jadi kita punya pijakan yang bagus. Kalau lihat Indonesia minus 2,1 persen. Negara lain yang lebih dalam kontraksinya dari Indonesia berarti pijakannya lebih berat,” kata Wamenkeu dalam acara Temu Stakeholder untuk Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional di Jakarta, Kamis (1/4).

Paling tidak, kebijakan prioritas di antaranya meliputi vaksinasi massal secara gratis, penguatan 3M dan 3T, serta melanjutkan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Dana APBN juga difokuskan mendukung pemulihan bidang pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, ketahanan pangan, pariwisata, bidang teknologi informasi dan komunikasi, serta infrastruktur.

Tercatat, belanja negara tahun ini ditargetkan mencapai Rp2.750 triliun dengan realisasi hingga akhir Februari telah mencapai Rp282,7 triliun atau tumbuh 1,2 persen (yoy) dibanding periode sama 2020 yaitu Rp279,4 triliun.

"Itu lah desain dasar dari APBN 2021 yang kalau dilihat meskipun di tengah-tengah penerimaan turun, namun belanja tetap dinaikkan. Ini untuk mendorong konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi sektor publik,” jelasnya. (*)

Baca Juga:

Beratnya Tantangan Perbankan di Tengah Pemulihan Ekonomi

#Pemulihan Ekonomi #Ekonomi Indonesia #G20 #KTT G20
Bagikan
Bagikan