MerahPutih.com - Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Andreau Pribadi Misata, yang kini menjadi buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata merupakan mantan calon legislatif (Caleg) PDI Perjuangan (PDIP) dalam Pemilu 2019.
Berdasarkan data di situs kpu.go.id, Andreau adalah caleg PDIP nomor urut 10 di daerah pemilihan (dapil) Jawa Barat VII. Dapil tersebut meliputi Kabupaten Bekasi, Karawang, dan Purwakarta.
Baca Juga:
Namun, Andreau gagal melenggang ke Senayan lantaran perolehan suaranya kalah dari sejumlah sosok ternama lainnya seperti Ahmad Syaikhu, Rieke Diah Pitaloka, Saan Mustopa hingga Dedi Mulyadi.
Setelah gagal menjadi wakil rakyat, pria kelahiran Makale 17 Januari 1986 itu ditunjuk Staf Khusus Edhy Prabowo pada Januari 2020.
Berdasarkan konstruksi perkara yang disampaikan KPK, Andreau memegang peran penting dalam teknis ekspor benih lobster (benur), termasuk penunjukan perusahaan jasa kargo.
Dalam kasus dugaan suap terkait penetapan izin ekspor benur ini, KPK telah menetapkan 7 orang sebagai tersangka.

Ketujuh tersangka itu yakni, Edhy Prabowo, Andreau Pribadi Misanta; Safri selaku Staf Khusus Edhy; Siswadi selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo; Ainul Faqih selaku Staf istri Menteri KKP; dan Amiril Mukminin selaku pihak swasta serta Suharjito selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama.
Namun, Andreau dan Amiril Mukminin masih buron atau lolos dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPKyang dilakukan tim satgas KPK di sejumlah lokasi di Bandara Soekarno Hatta; Jakarta; Tangerang Selatan, Banten; serta Depok dan Bekasi, Jawa Barat pada Rabu (25/11) dini hari.
Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (26/11) dini hari mengimbau keduanya untuk segera menyerahkan diri.
"Dua orang tersangka saat ini belum dilakukan penahanan," kata Nawawi.
Baca Juga:
Edhy Prabowo Jalani Rapid Test Sebelum Ditahan KPK, Ini Hasilnya
Dalam kasus ini, Edhy bersama Safri, Andreau Pribadi Misanta, Siswadi, Ainul Faqih, dan Amril Mukminin diduga menerima suap sebesar Rp 10,2 miliar dan USD 100 ribu dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benur.
Sebagian uang suap tersebut digunakan oleh Edhy dan istrinya Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton serta baju Old Navy. (Pon)