Secuplik Riwayat

Soepeno; Menteri Pemberani Zaman Old

Noer ArdiansjahNoer Ardiansjah - Sabtu, 24 Februari 2018
Soepeno; Menteri Pemberani Zaman Old
Menteri Gerilya, Soepeno. (Merahputih.com)

MENTERI-menteri zaman now mungkin wajib mengetahui serta mengikuti keberanian Soepeno, Menteri Pembangunan dan Pemuda Indonesia ke-2, Kabinet Hatta, era Presiden Sukarno.

Bagaimana tidak, meski merupakan pejabat negara, lelaki kelahiran 12 Juni 1916 itu tak berpangku tangan ketika kolonial Belanda kembali melakukan serangan terhadap Indonesia pada akhir tahun 1948.

Sungguhpun telah memekikkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Louis Zweers dalam buku Koloniale Oorlog 1945-1949 menyebutkan, kolonial Belanda tidak rela melepas atau mengucapkan selamat tinggal kepada Indonesia.

Karena itu, sejak tahun 1945-1949 tercatat bahwa kolonial Belanda telah menempatkan sebanyak 150.000 tentara di Indonesia.

Menteri Pembangunan dan Pemuda Indonesia Soepeno. (Merahputih.com)

Hari pertama Agresi Militer Belanda II atau Operatie Kraai (Operasi Gagak) pada Ahad, 19 Desember 1948, kolonial Belanda menerjunkan Korps Speciale Troepen (pasukan baret merah Belanda) di Pangkalan Udara Maguwo, untuk menuju ibu kota RI di Yogyakarta.

Beberapa tokoh bangsa seperti Sukarno, Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, dan lainnya berhasil mereka tawan. Tak lama berselang, giliran pasukan komando baret hijau Belanda yang mendaratkan pesawat-pesawat Dakota.

Keadaan semakin memanas. Indonesia tak tinggal diam. Jenderal Soedirman dengan gagah berani bergerak masuk ke hutan untuk bergerilya.

Baik masyarakat maupun orang-orang kabinet bersatu dalam kobaran perang. Tak pelak jika saat itu Kabinet Hatta I disebut juga sebagai Kabinet Gerilya.

Terpilih sebagai Menteri, Mati sebagai Pahlawan Sejati

Sebelumnya, pada Kamis 29 Januari 1948, Perdana Menteri Mohammad Hatta menunjuk Soepeno sebagai Menteri Pembangunan dan Pemuda Indonesia.

Namun, beberapa bulan kemudian Indonesia dikagetkan dengan kehadiran tentara kolonial Nederlandsch Indie Civil Administratie (NICA, Pemerintahan Sipil Hindia Belanda).

Peperangan pun kembali terjadi di berbagai daerah di Indonesia, khususnya Jawa. Setelah Yogyakarta jatuh, Soepeno ikut bergerilya dan memberikan perlawanan bersama rakyat.

Setelah berbulan-bulan bergerilya, Kamis, 24 Februari 1949 Soepeno berhasil ditangkap Belanda di Desa Ganter, Dukuh Ngliman, Nganjuk. Soepeno ditangkap oleh kolonial Belanda ketika sedang mandi di sebuah pancuran.

Julius Pour dalam buku Doorstoot naar Djokja: Pertikaian Pemimpin Sipil-Militer menceritakan, ketika tentara kolonial Belanda menginterograsi Soepeno, ia mengaku sebagai penduduk sekitar.

Meski berpakaian biasa, Belanda tak percaya. Mereka terus mendesak Soepeno agar berbicara lebih jelas. Tanpa ada rasa takut dan gentar, Soepeno tetap merahasiakan jati dirinya sebagai pejuang gerilya dan juga menteri.

Dinilai tak kooperatif, tentara penjajah pun naik pitam. Tak dinyana ujung revolver dimasukkan ke dalam mulut Soepono, dan ditembakkan secara keji oleh seorang tentara Belanda.

Darah segar mengalir dari kepala Soepeno. Pelipis kirinya tertembus peluru. Dia tewas seketika. Belanda juga mengeksekusi mati enam orang lainnya, termasuk ajudan Soepeno, Mayor Samoedro.

Beberapa saksi yang melihat kejadian tragis tersebut, menceritakan bagaimana keteguhan serta keberanian Soepeno. Tanpa ada rasa takut, lelaki yang saat itu masih berusia 32 tahun tersebut rela mati demi perjuangan.

Untuk mengenang keberanian serta keteguhan Soepono dalam perjuangan, pemerintah Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional.

Jenazahnya dipindahkan dari Nganjuk ke Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta. Masyarakat mengenangnya sebagai Menteri Gerilya. (*)

#Secuplik Riwayat #Pahlawan Nasional #Soepeno
Bagikan
Ditulis Oleh

Noer Ardiansjah

Tukang sulap.
Bagikan