BUNG Karno pernah kesal lantaran seorang jurnalis salah menulis namanya. Jurnalis tersebut memberi embel-embel Ahmad persis di depan nama presiden pertama RI. Si Bung tentu saja membantahnya mentah-mentah.
"Sekali ada seorang wartawan goblok menulis nama awalku adalah Ahmad. Sungguh menggelikan. Namaku hanya Sukarno," kata Bung Karno pada Cindy Adams dalam Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.
Baca juga:
Nama Ahmad sempat muncul pada beberapa kesempatan kenegaraan terutama pada saat presiden pertama RI melawat ke Timur Tengah. Saat para mahasiswa Indonesia gencar mengenalkan Indonesia sebagai negara baru merdeka, kalangan muslim di Mesir sering mempertanyakan agama Bung Karno sebab namanya sama sekali tak mencerminkan Islam.
Demi meredakan pertanyaan tesebut, menurut M Zein pada Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri, para mahasiswa bersepakat menambah Ahmad di depannya sehingga menjadi Ahmad Sukarno. Selepas itu, tak pernah ada lagi pihak-pihak nan mempersoalkan agama Bung Karno.
Di kemudian hari, Bung Karno sempat mempertanyakan penambahan namanya saat berpidato di Surabaya pada 1959 dalam rangka menyambut Pemimpin Uni Soviet Kliment Voroshilov.

"Siapa menambah namaku dengan Ahmad?" kata Si Bung namun hadirin tersenyap.
Jawaban baru diberikan M Zein dalam kesempatan berbeda saat rapat staf Departemen Luar Negeri pada 1959. Zein mengaku dirinya sebagai aktor utama penambahan nama Bung Karno dengan alasan untuk menarik dukungan umat Islam sedunia.
Selain penambahan Ahmad, Bung Karno juga sempat risih namanya ditulis menggunakan ejaan van Ophuijsen menjadi Soekarno, bukan Sukarno.
Baca juga:
Sejak lama Bung Karno menaruh perhatian terhadap salah kaprah penulisan namanya. Namanya kadung sedari sekolah selain ditulis menggunakan ejaan lama juga tanda tangannya memakai OE bukan U. "Akan tetapi tidak mudah untuk mengubah tanda tangan setelah berumur 50 tahun jadi kalau aku sendiri menulis tanda tanganku, aku masih menulis SOE," kata Soekarno mengakui.
Putra pasangan Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai terlahir dengan nama Kusno. Sejak kecil Kusno sering sakit-sakitan, semisal mengidap malaria dan disentri, sehingga menurut kepercayaan Jawa namanya harus diganti karena tidak cocok.

Namun, menurut penuturan ibunya dikutip Soebagijo IN pada Bung Karno Anakku, ide mengganti nama Kusno justru datang dari kakak perempuannya, Karsinah. Setelah menimbang masak-masak, Bung Karno setuju lalu membahas penggantian nama dengan ayahnya.
Ayahnya mempersilakan bahkan memintanya mencari nama sendiri, namun dengan satu syarat. "Permintaanku kepada Kus, supaya nama nan akan engkau pilih mulai dengan huruf Jawa SA dan akhirnya huruf NA," kata Soekemi meminta nama baru anaknya diawali dengan huruf SA atau dalam Latin S dan diakhiri dengan NA atau N.
Penggatian namanya dari Kusno menjadi Sukarno, menurut pengakuan Bung Karno di hadapan Cindy Adams, datang dari sang ayah nan memberikan nama dari tokoh pewayangan. "Kus, engkau akan kami beri nama Karna. Karna adalah salah seorang pahlawan terbesar dalam cerita Mahabharata". Sukarno girang bukan kepalang beroleh nama tersebut.
Nama Karna dan Karno, menurut Bung Karno, sama saja sebab dalam aksara Jawa huruf Ha atau A dibaca O jadi tak ada masalah secara makna ketika Karna berubah menjadi Karno. "Awalan Su pada kebanyakan nama kami berarti baik, paling baik. Jadi Sukarno berarti pahlawan paling baik. Karena itulah maka Sukarno namaku sebenarnya dan satu-satunya".

Sukarno menyadari masyarakat Indonesia tidak umum menamakan anak dengan satu nama saja dan lagi pula kekeliruan menulis Sukarno menjadi Soekarno karena terpengaruh ejaan van Ophuijsen dalam keseharian.
Namun, setelah Indonesia merdeka, Sukarno meminta kepada jajarannya agar tak ada lagi penulisan nama Soekarno di dalam surat resmi kenegaraan. Selain nama, tempat kelahiran Si Bung sempat jadi polemik ketika Presiden Joko Widodo berpidato pada peringatan Hari Pancasila, 1 Juni 2015, di Alun-Alun Blitar, Jawa Timur, menyebut Blitar sebagai tanah kelahiran Sukarno.
Kekeliruan tersebut lantas diluruskan para sejarawan dengan memberikan bukti otentik Sukarno lahir di Surabaya, 6 Juni 1902, dari buku induk Technische Hogeschool nan memuat data tempat kelahiran dan angka tahun 1902 bukan 1901.
Selamat ulang tahun, Bung! (*)
Baca juga: