Kuliner

Siropen Telasih Surabaya, Limun Tiga Generasi Terkenal hingga 'Negeri Kincir Angin'

Dwi AstariniDwi Astarini - Selasa, 23 Maret 2021
Siropen Telasih Surabaya, Limun Tiga Generasi Terkenal hingga 'Negeri Kincir Angin'
Siropen, limun khas dari Surabaya.(foto: Merahputih.com/Budi Lentera)

NAMANYA Siropen Telasih Surabaya, tapi orang lebih mengenalnya dengan nama Siropen, minuman sejenis limun yang mampu menyegarkan tenggorok. Limun buatan Surabaya sejak 1923 ini tersohor di luar negeri. "Meski diakui warga Belanda, Siropen justru jarang dikenal dan dikonsumsi masyarakat lokal," kata pengelolah Siropen, Laode Muhammad Alfianian Zaadi, Sabtu (20/3).

Siropen merupakan minuman sirup tiga generasi yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda hingga sekarang. Per botol Siropen dijual Rp40 ribu hingga Rp100 ribu, tergantung kelas rasanya. Limun khas ini lebih nikmat diminum saat dingin.

BACA JUGA:

Salah Satu Terenak di Asia, Sayur Asem Segar khas Betawi

Aroma yang khas menggoda dimulai ketika tutup botol dibuka. Sensasi rasa yang dihadirkan cukup unik. Selain manis, ada sedikit rasa kecut di rahang, tetapi tidak terlalu mengganggu ketika masuk di kerongkongan. Beberapa orang bahkan sengaja berlama-lama menikmati rasa kecut buah itu sebagai rasa pembeda.

"Itulah Siropen Telasih Surabaya yang pertama kali dibuat dengan rasa Frambozen," kata Laode.

siropen
Siropen masih diproduksi di gedung lama. (foto: Merahputih.com/Budi Lentera)

Tempat pembuatan Siropen Telasih Surabaya, masih seperti dilulu, berlokasi di gedung tua di Jalan Mliwis nomor 5, Surabaya. Di bagian atas gedung, tertulis 'Pabrik Limoen JC van Drongelen & Hellfach'. JC Van Drongelen ialah warga Belanda yang pertama kali memproduksi Siropen pada 1923. "Proses pembuatan sirup yang dilakukan JC Van Drogele dulu dan pegawai sekarang masih sama. Bahannya sama, alatnya juga sama. Wajan atau tungku yang dipakai dulu, sampai sekarang masih dipakai," lanjut Laode.

Generasi sekarang bukan hanya melestarikan Siropen, melainkan juga menjaga proses pembuatan, yakni dengan alat-alat dan pabrik di lokasi yang sama sejak Pabrik Limoen J.C. van Drongelen & Hellfach didirikan.

siropen
Masih dibuat dengan cara yang sama sejak dahulu. (Foto: Merahputih.com/Budi Lentera)

Menurut Laode, hal terpenting dalam proses pembuatan Siropen ialah pelarutan gula aslinya, termasuk proses pengendapan gula, hingga campuran bahan yang lain. Cara yang sama persis dengan prosedur saat awal pabrik tersebut berdiri masih dilakukan. Dengan begitu, ketajamanan rasa serta kemurnian aromanya terus terjaga. "Karena tak ada perbedaan dengan pembuatan pertama itulah, justru keberadaan Siropen bisa bertahan hingga sekarang. Kalaupun ada perbedaan, mungkin kemasan botolnya yang dijual saja," terang Laode.

Dahulu, minuman limun Siropen Telasih diibuat khusus untuk disajikan bagi para pejabat kolonial Hindia Belanda dan para bangsawan, termasuk perwira perwira Jepang. Tidak satu pun warga pribumi diperkenankan menikmati minuman tersebut. Selain karena Siropen tidak dijual bebas, rakyat dianggap belum pantas untuk menikmatinya.

Namun, setelah proklamasi kemerdekaan pada 1945, aset peninggalan kolonial ini ditinggal pergi oleh keluarga Drongelen. Presiden Soekarno kemudian menasionalisasi pabrik tersebut.

Sejak saat itulah, Siropen Telasih diproduksi warga Indonesia dan bisa dijual bebas. Masyarakat pun bisa menikmatinya. Pada 1962, pabrik sirup legendaris itu diambil alih oleh Pemprov Jawa Timur.

siropen
Siropen Telasih digemari orang Belanda. (foto: Instagram @raffirizkiilahi)

Kini, kenikmatan Siropen Telasih Surabaya jadi buah tangan wisatawan mancanegara. Bahkan, keluarga Van Drongelen yang ada di Belanda saat ini masih mengonsumsi sirup jenis yang sama. "Sekitar empat tahun lalu, anak cucu Van Drongelen singgah di sini hanya untuk membeli dan mencicipi sirup ini," kisah Laode. "Mereka bilang, jika kualitas sirup ini masih sama dengan yang aslinya. Sama seperti khas sirup Belanda," sambungnya.

Meski rasanya diakui orang Belanda, sirup Siropen Telasih Surabaya justru jarang dikenal dan dikonsumsi masyarakat lokal. "Masyakarat lokal tidak banyak literasi, jadi mereka kurang tahu. Kalaupun tahu, mereka mengira ini sirup mahal. Anggapannya, ini sirup borjuis. Padahal, harganya sama dengan sirup impor. Namun, sirup ini punya rasa khas," tutup Laode.(*)

Artikel ini merupakan laporan kontributor Merahputih.com untuk wilayah Jawa TImur, Budi Lentera.

#Kuliner #Surabaya
Bagikan
Ditulis Oleh

Dwi Astarini

Love to read, enjoy writing, and so in to music.
Bagikan