Sinergitas Pers dan Polri Masih tentang Mutual Understanding dan Saling Menghargai Etika Profesi

P Suryo RP Suryo R - Minggu, 09 Mei 2021
Sinergitas Pers dan Polri Masih tentang Mutual Understanding dan Saling Menghargai Etika Profesi
Polri dan Pers harus saling menghargaia etika profesi. (Foto: Unsplash/Kushagra Kevat)

UNTUK memperingati hari kebebasan pers dunia, Pewarta Foto Indonesia (PFI) menggelar diskusi daring bertema Sinergitas Pers dan Polri pada Sabtu malam (8/5). Diskusi ini untuk membangun kepercayaan publik terhadap kerja jurnalis yang memberikan informasi baik dan terverifikasi.Untuk itu sinergitas dibutuhkan untuk membangun kepercayaan publik.

Hadir sebagai narasumber, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono, pengamat media Prof. Dra. Rachmah Ida, M.Comms., Ph.D., dari Universitas Airlangga Surabaya, pewarta foto Jakarta Globe Mas Agung Yudha Wilis Baskoro, dan Sekretaris PFI Palu Taufan Bustan.

Baca Juga:

4 Cara Mengatasi dari Trauma Berita, Biar Enggak Gampang Stres

berita
Adanya kesepahaman antara Polri dan Pers. (Foto: screenshot)

Dalam diskusi itu Rachmah Ida menyebutkan di Indonesia, kebebasan pers sudah tertulis pada UndangUndang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan tercantumdi Undang-undang Dasar (UUD) 1945 pasal 28, bahwa kebebasan itu adalah hak segala bangsa, hak setiap orang masyarakat.

“Di Indonesia berkali-kali menyatakan pers kita bebas. Tapi, nyatanya, secara praktik kebebasan itu selalu diterjemahkan secara sepihak oleh rezim yang berkuasa. Kebebasan pers tidak pernah ketemu antara insan pers dengan rezim politik yang berkuasa,” kata Ida.

Terkait dengan diskusi ini, Ida mengatakan sinergitas itu berarti harus ada tiga aspek. Pertama, adalah kesepahaman yang sama atau mutul understanding. Polri harus membuka informasi dan kesempatan kepada pers untuk melakukan investigasi jurnalistik. Ini diperlukan agar tidak terjadi misleading dengan informasi yang keliru.

“Wartawan tidak boleh mengupas sampai detil. Karena takutnya pers atau media justru akan menjadi hakim untuk menjustifikasi,” kata alumnus Curtin University of Technology, Australia itu.

Baca juga:

Jangan Mudah Percaya, Cek Akurasi Berita dengan Tips Ini

pers
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono. (Foto: screenshot)

Kedua, di dalam Sinergitas harus ada kerja sama. Artinya, pers bersama Polri harus memiliki idealisme yang sama untuk memberikan informasi kepada publik. Yang ketiga, sinergitas bisa dicapai jika pers dan Polri bisa menghargai etika profesi masing-masing.

Rusdi menyebut, antara Polri dan dewan pers sudah memiliki nota kesepahaman yang ditandatangani. Berisi tentang koordinasi dalam perlindungan kemerdekaan pers dan penegakkan hukum terkait penyalahgunaan profesi wartawan.

Insan pers dan Polri harus dapat menahan emosi. “Ini sangat penting. Karena bagaimana pun pers maupun Polri sebagai manusia, makhluk yang unik. Dalam bekerja di lapangan, pasti ada kesalahpahaman. Namun, kita bisa selesaikan secara beradab,” kata alumnus Akademi Kepolisian 1991.

Dalam diskusi yang dipandu anggota PFI Jambi, Irma Tambunan ini, Pewarta Foto Jakarta Globe Mas Agung Wilis Yudha Baskoro turut memberikan sudut pandangannya, kebebasan pers harus dimaknai sebagai salah satu cara bagi wartawan untuk berkontribusi membangun Indonesia. Khususnya, pemerintahan dengan segala organisasi dan perangkatnya.

Baca Juga:

Instagram Menjadi Sumber Berita bagi Milenials dan Gen Z?

pers
Sinergitas antara pers dan Polri sangat penting. (Foto: screenshot)

Yudha menilai, sinergitas antara pers dan Polri sangat penting. Sebagai dua entitas dalam negara yang bekerja dalam hal melayani publik. Sedikit salah langkah saja bisa hilang kepercayaan publik terhadap pers atau polri.

“Ketika bekerja di lapangan, saya (sebagai pewarta foto) terkadang seringkali lupa bahwa polisi atau aparat hanyalah orang yang menjalankan tugasnya. Mereka adalah ayah, suami, kakak, adik dan pula tulang punggung keluarganya, begitu pula sebaliknya. Di sini saya justru ingin mengatakan selain sinergi di bidang profesionalisme seperti memahami hak dan kewajiban masing-masing di lapangan,” jelasnya.

Menurut Yudha, wartawan maupun pewarta foto selama ini bekerja sesuai etika dan kaidah jurnalistik. Namun bukan berarti tidak ada kekhawatiran.Seiring berkembangnya teknologi, harus mulai memikirkan etika-etika bekerja di ruang virtual.

Baca juga:

Reaksi Tubuh Ketika Terpapar Berita Kriminal

pers
Kebebasan pers adalah yang tidak mencederai kepentingan publik. (Foto: Pixabay/geralt)

“Ketika sebagai individu kita berubah status dari citizen menjadi netizen. Saat ini sudah marak terjadi, banyak berita yang kerap mengambil kutipan-kutipan dari kolom komentar yang ibaratnya itu hanyalah siulan burung belaka,” ungkapnya.

Sekretaris Pewarta Foto Indonesia (PFI) Palu, M. Taufan SP. Bustan memaknai, kebebasan pers adalah yang tidak mencederai kepentingan publik dan tidak melanggar hak asasi warga negara. Indonesia menganut sistem demokrasi.

“Meski demikian, pers tidak boleh semaunya dalam hal penyampaian informasi. Oleh karena itu, penting pers untuk selalu taat kepada dua UU. UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers dan kedua UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran,” jelas Taufan. (psr)

Baca juga:

Facebook Blokir Konten Berita di Australia

#Pers #Wartawan #Polri
Bagikan
Ditulis Oleh

P Suryo R

Stay stoned on your love
Bagikan