Sidang Gugatan Kivlan Zein Soal Senjata Api Digelar Pekan Depan
Merahputih.com - Sidang pengujian Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat nomor 12 tahun 1951 tentang Senjata Api yang diajukan Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen ke Mahkamah Konstitusi dijadwalkan digelar Rabu (13/5) pekan depan.
Dikutip dari laman resmi Mahkamah Konstitusi, Kamis (7/5), sidang perdana perkara dengan nomor 27/PUU-XVIII/2020 itu beragendakan pemeriksaan pendahuluan.
Baca Juga:
Batal Jalani Sidang Eksepsi, Kivlan Zen Ungkap Kondisinya yang Makin Memprihatinkan
Ada pun Kivlan Zen yang diwakili kuasa hukum Tonin Tachta Singarimbun dkk meminta kepada Mahkamah Konstitusi agar Pasal 1 ayat (1) UU Senjata Api dicabut.
Bunyi Pasal 1 ayat (1) UU Senjata Api: "Barang siapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun".
Menurut pemohon, norma dalam Pasal 1 ayat (1) UU Senjata Api itu rumit dan multitafsir.
Dalam permohonan yang diajukan pada 25 Maret 2020 itu, pemohon menyebut dalam negara hukum, ketentuan dalam membuat suatu norma sepatutnya memenuhi ketentuan bahasa yang mudah dimengerti dan tata bahasa yang benar.
Baca Juga:
Habil Marati Didakwa Beri Uang Kepada Kivlan Zen Untuk Beli Senjata
Sementara Kivlan Zen mengajukan permohonan ini terkait statusnya sebagai terdakwa dalam kasus penyeludupan senjata api dan pelaksanaan sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat masih ditunda karena alasan kesehatan.
Kivlan Zen, sebagaimana dikutip Antara, didakwa atas kepemilikan senjata api (senpi) ilegal dan peluru tajam dengan melanggar Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 12/drt/1951 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 12/drt/1951 jo Pasal 56 ayat (1) KUHP. (*)