Si Joger Magnet Wisatawan ke Pulau Dewata


Joger menjadi kaus ikonik khas Bali. (foto: jogerjelek.com)
‘JOGER Jelek, Bali Bagus’. Demikian kalimat yang terukir di salah satu kaus buah tangan yang dibeli di Pulau Dewata. Kaus itu sederhana saja. Berbahan katun, potongan khas t-shirt, dengan warna dasar putih. Secara sekilas, kaus itu terlihat biasa saja. Namun, kaus yang terlihat biasa saja itu nyatanya merupakan ikon Bali.
Rasanya tak ada wisatawan yang pulang dari Bali tanpa selembar kaus Joger. Nama Joger mulai digunakan sebagai merek dagang resmi dan berkekuatan hukum pada 19 Januari 1981. Sebelumnya, Joseph Theodorus Wulianadi, sang pemilik Joger, menjalankan bisnisnya di sebuah toko tanpa nama di Jalan Sulawesi nomor 37, Denpasar. Kala itu, Joseph menjual aneka barang kerajinan.
BACA JUGA:
Suatu ketika, Joseph diminta Dinas Perdagangan Denpasar untuk segera memberi nama pada tokonya. Hal itu dilakukan agar toko milik Joseph bisa dengan mudah dibedakan dari toko lainnya. Menamai sebuah toko bukan perkara mudah buat Joseph. Ia menolak menggunakan nama-nama toko yang umum. Joseph ngotot agar nama tokonya kelak tidak pasaran apalagi berbau public domain.

Selama berhari-hari Joseph berpikir, merenung, dan mencoba merangkai huruf demi huruf. Hingga tercetus sebuah ide menggabungkan beberapa huruf dari nama depannya dengan nama depan sahabatnya, Gerhard Seeger. Pemikiran tersebut muncul setelah Joseph teringat akan jasa dan kebaikan sahabat semasa sekolah di Hotelfachshule, Bad Wiesee, Jerman, itu. Seeger memberikan uang senilai USD 20 ribu sebagai hadiah pernikahannya dengan sang istri, Ery Kusdarijati. Uang itulah yang digunakan Joseph untuk modal usaha. “Ternyata nama Joger ini memang juga mudah diingat, enak didengar, berbau jantan, dan kami juga memang benar-benar suka pada nama dan bunyi Joger tersebut,” ujar Joseph, dikutip situs resmi Jogerjelek.com.

Dari satu toko di Jalan Sulawesi, Joseph yang merupakan adik kandung Jaya Suprana itu kemudian membuka satu toko lagi di jalan sama dan sebuah toko lagi di kawasan Kuta. Namun, seiring perkembangan bisnis Joger, Joseph merasa memiliki tiga toko bukanlah hal baik kehidupan keluarganya. Oleh karena itu, pada 7 Juli 1987, ia memutuskan menutup dua toko Joger di Denpasar. Hanya toko Joger di Jalan Raya Kuta, Kuta, yang dipertahankan. Sejak 1990-an hingga kini, toko itu dikenal dengan nama Pabrik Kata-Kata Joger.
Dari Pabrik Kata-Kata Joger itulah lahir kaus unik berisikan tulisan jujur dan sedikit nyeleneh. Itulah ciri khas Joger yang membuatnya legendaris. Di musim liburan, seperti diungkap di situs Jogerjelek.com, tak kurang dari 10 ribu pengunjung yang datang ke Pabrik Kata-Kata Joger. Hal itu tak pelak membuat kemacetan di Jalan Raya Kuta. Belum lagi banyak pemandu wisata yang meminta penambahan gerai untuk Joger. Joseph akhirnya memutuskan membuka Teman Joger di Jalan Raya Bedugul Km 37,5, Banjar Luwus, Desa Luwus, Baturiti, Kabupaten Tabanan, Bali, pada September 2009. Teman Joger merupakan tempat persamaan dari Pabrik Kata-Kata Joger. Tujuan pembukaan tempat ini ialah menciptakan sebuah tempat yang nyaman bagi pengunjung. Selain itu, Joseph merasa prihatin atas rencana penghapusan kawasan Bedugul dari peta wisata Bali.

Hingga kini, produk Joger tak dijual selain di dua tempat itu. Produk mereka bahkan tak dijual secara daring. Untuk prinsip satu ini, Joseph berpegang teguh bahwa produk Joger harus membawa manfaat bagi sekitar. Menurutnya, jika Joger hanya dijual di Bali, secara tak langsung hal itu akan menarik orang untuk datang ke Pulau Dewata. Suatu pemikiran telah terbukti selama empat dekade.(dwi)
Bagikan
Berita Terkait
LinkedIn Merilis Fitur Stories, Mirip Instagram dan Snapchat

Disambut Videografer Profesional, Fujifilm Rilis Kamera Terbaru Tiga Tahun Lalu

Tiga Tahun Lalu Instagram Punya Stiker di Komentar Stories

Ketika 'Among Us' Turun Harga

Layanan Penerbangan Singapura ke Indonesia Dibatalkan Hingga Mei 2020

Netflix Tambah Fitur Download

Jakarta Indonesia Pet Show 2019, Surganya Pecinta Hewan

Di Tahun 2019 Vans Rilis Berle Pro

Mengenang Restoran Rindu Alam Puncak

Paduan Budaya Tionghoa dan Betawi dalam Festival Pecinan 2019
