Setelah Allianz, Kini Asuransi AXA yang Harus Berurusan dengan Polisi
MerahPutih.com - Gara-gara klaim asuransi tak dapat dicairkan, perusahaan asuransi kembali berurusan dengan polisi. Kali ini yang dilaporkan ke polisi oleh nasabahnya sendiri, setelah sebelumnya kasus PT Asuransi Allianz Life Indonesia, adalah Perusahaan asuransi AXA.
AXA dilaporkan oleh nasabahnya yang bernama Tri Lasmono Sumantri ke Polda Metro Jaya dan laporannya telah terregsiter dengan nomor LP/5560/XI/2017/PMJ/ Ditreskrimsus tertanggal 14 November 2017.
Tri mengaku telah menjadi peserta asuransi Maestro Elit Care pada AXA Financial Indonesia kurang lebih sejak empat tahun lalu. Namun, pada 2016 ketika melakukan klaim, klaimnya ditolak perusahaan dengan berbagai alasan dan akibatnya merugi hingga Rp 500 juta.
"Saya menjadi peserta asuransi Maestro Elite Care AXA sudah sejak 23 Agustus 2012 dengan Plan Silver yang katanya tipe asuransi elite. Preminya saja Rp 28 juta setiap tahun, tapi terus terang saya merasa tertipu perusahaan itu," kata Tri di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (14/11).
Kasus ini bermula ketika pada Desember 2016 lalu, ia divonis mengidap kanker kelenjar getah bening stadium tiga. Tri kemudian dirawat di Rumah Sakit Siloam Semanggi.
Ketika mulai dilakukan rawat inap Tri mengaku telah menyerahkan kartu member AXA dan diterima oleh pihak Rumah Sakit Siloam.
"Tapi setelah dirawat beberapa lama, secara sepihak AXA menolak meng-cover biaya perawatan saya itu," jelas Tri.
Berdasarkan ketentuan polis AXA poin 14, disebutkan bahwa peserta asuransi Maestro Elit Care AXA mendapat hak pre-otorisasi persetujuan klaim secara cashless atau pembayaran langsung. Bahkan dalam poin 13 angka 2 disebutkan jika peserta asuransi telah menjalani pertanggungan selama dua tahun berturut-turut, maka tertanggung bisa mengklaim biaya penyakitnya selama lima tahun ke belakang sebelum tertanggung resmi menjadi peserta asuransi AXA.
"Saya dijanjikan bahwa peserta Maestro Elit Care AXA paling baik sedunia karena klaim dalam bentuk cashless, tapi saya malah diminta mengajukan reimburse. Artinya saya bayar sendiri dulu baru diajukan klaim. Itupun tidak ada pergantian sampai sekarang," ungkapnya.
Hingga saat ini, pihak AXA beralasan tak menerima klaim karena penyakit yang dideritanya adalah penyakit kritis yang harus ditelusuri selama 60 hari ke depan. Padahal dalam klausul, tidak pernah ada disebutkan soal penyakit-penyakit kritis.
Karena penyakit kanker kelenjar getah bening yang dideritanya makin parah, pada 2 Maret 2017 Tri memutuskan mengobati penyakitnya ke Singapura. Lalu pada 29 April 2017 pindah berobat ke Malaysia.
"Total saya menghabiskan biaya sekitar Rp 500 juta untuk biaya berobat di Siloam, Singapura, Malaysia termasuk biaya tindakan biopsy dan kemotherapy. Semua lengkap dokumennya, tapi sampai saat ini enggak ada sama sekali pergantian atau perhatian sedikit pun dari AXA," beber Tri.
Saat ini, dia hanya mengandalkan BPJS untuk melanjutkan pengobatan penyakitnya. "Berat Mas, syukurlah ada BPJS, itu pun saya harus pinjam-pinjam uang ke sanak saudara," jelasnya.
Swardi Aritonang selaku kuasa hukum Tri menambahkan, pihaknya pernah dipanggil pihak AXA pada 27 Juli 2017 lalu, tapi yang terjadi hanya perdebatan belaka, sehingga sampai sekarang belum ada titik terang.
"Makanya kami juga mengajukan gugatan perdata terhadap AXA, selain melaporkan pelanggaran pidananya," ujar Swardi.
Dalam laporannya, pihak AXA diduga telah melanggar Pasal 8 ayat (1) huruf (f), Pasal 10 huruf (c), dan Pasal 18 juncto Pasal 62 ayat (1) juncto Pasal 63 huruf (f) UU RI No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terkait Penolakan klaim kesehatan dengan alasan di luar dari perjanjian polisi. (Ayp)
Baca juga berita lainnya dalam artikel: PT Allianz Kembali Dilaporkan ke Polisi