Sembuhkan Luka Psikis Korban Bencana Alam di Palu dan Donggala

Dwi AstariniDwi Astarini - Kamis, 04 Oktober 2018
Sembuhkan Luka Psikis Korban Bencana Alam di Palu dan Donggala
Rasa takut, sedih, dan panik membuat trauma. (foto: pixabay/ambermb)

BENCANA alam yang terjadi di Palu dan Donggala menyisakan duka yang mendalam di hati semua orang. Tak hanya meninggalkan luka secara fisik, peristiwa tsunami dan gempa yang terjadi di sana juga meninggalkan luka psikis para korban. Hal yang paling sering dialami korban bencana alam ialah muncul rasa takut, khawatir, panik, gelisah, dan sedih. Psikolog Rena Masri menjelaskan dampak yang timbul bisa mengarah kepada trauma.

Trauma dialami para korban bencana karena peristiwa yang terjadi dalam waktu singkat tersebut mengubah hampir seluruh kehidupan secara tiba-tiba. “Yang tadinya memiliki rumah sebagai tempat berteduh, sekarang rumahnya sudah rusak atau bahkan rubuh,” jelas Rena saat ditemui Merahputih.com, Rabu (3/10).

Kehilangan orang-orang terdekat secara tiba-tiba karena bencana alam juga tentu saja memiliki dampak bagi orang yang ditinggalkan. “Ketika semua yang kita miliki secara tiba-tiba hilang, tentu saja ini akan berdampak secara psikologis pada orang yang bersangkutan,” tuturnya. Tak hanya yang terjadi pada diri sendiri, trauma juga bisa muncul ketika berada di situasi yang mencekam. Melihat susana yang diliputi rasa takut, sedih, panik, juga ikut memengaruhi perasaan.

child-dennies025
Bagi anak-anak, bermain bisa jadi penyembuhan dari trauma. (foto: pixabay/dennies025)

Dalam kadar yang lebih besar, trauma yang timbul juga bisa meliputi halusinasi. Bagi korban gempa di Donggala dan Palu, halusinasi yang timbul bisa saja berupa tanah yang bergoyang. Hal tersebut pernah diutarakan istri Pasha Ungu, Adelia, dalam akun Instagram miliknya.

Perempuan yang ikut suaminya bertugas sebagai Wakil Wali Kota Palu tersebut menuturkan bahwa ia kerap kali paranoid dan merasa tanah seolah bergetar. “Sepertinya berasa goyang terus dan di bawah tanah kayak ada yang gerak-gerak. Apa ini yang namanya trauma?,” tulisnya disertai emoji menangis pada Selasa (2/10).

“Trauma membuat para korban mudah ketakutan dengan hal-hal yang berkaitan dengan bencana. Misalnya jika ada sesuatu yang bergoyang (dahan pohon atau gorden) mereka langsung ketakutan dan panik,” urai Rena.

Untuk mereduksi ketakutan dan trauma dalam diri korban bencana alam, hal pertama yang dilakukan ialah memberikan bantuan secara fisik, seperti makanan, pakaian, tempat berteduh, dan alat kesehatan. “Jika keadaan fisik sudah lebih baik, diharapkan dapat membawa dampak positif terhadap psikologisnya,” ucapnya.

Hal selanjutnya yang dilakukan ialah psychological first aid (PFA) seperti berusaha untuk mendengarkan cerita mereka, ketakutan mereka, dan kesedihan mereka. “Biarkan mereka meluapkan apa yang mereka rasakan. Berikan kesempatan kepada mereka untuk bisa mengungkapkan seluruh perasaannya,” jelasnya.

Sementara itu, trauma healing yang bisa dilakukan untuk anak-anak yakni dengan membuatkan permainan. Selain itu, permainan bisa juga hal-hal menarik lainnya yang disukai anak-anak, seperti bercerita, bernyanyi atau lomba kecil-kecilan. Tujuannya, agar mereka bisa lebih rileks dan senang.(Avi)

Bagikan
Ditulis Oleh

Iftinavia Pradinantia

I am the master of my fate and the captain of my soul
Bagikan