Selain Picu Perdebatan, RUU HIP Bakal Membuka Pintu Perdebatan Ideologis Bangsa

Angga Yudha PratamaAngga Yudha Pratama - Selasa, 16 Juni 2020
Selain Picu Perdebatan, RUU HIP Bakal Membuka Pintu Perdebatan Ideologis Bangsa
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti. Foto: ANTARA

Merahputih.com - Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menilai RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) jika tetap dipaksakan akan memicu gelombang perdebatan yang sebetulnya tidak perlu terjadi. RUU ini berpotensi menimbulkan kontroversi yang kontra produktif.

"Ini membuka kembali perdebatan dan polemik ideologis dalam sejarah perumusan Pancasila yang sudah berakhir dan harus diakhiri setelah tercapai kesepakatan luhur, arif dan bijaksana dari para pendiri bangsa,” kata Mu'ti dalam keteranganya kepada wartawan, Selasa (16/6).

Baca Juga

Pramono Edhie Dimakamkan Setelah Salat Zuhur di TMP Kalibata

Menurutnya, kontroversi terhadap RUU HIP akan menguras energi bangsa dan bisa memecah belah persatuan, lebih-lebih di tengah negara dan bangsa Indonesia menghadapi pandemi COVID-19 yang sangat berat dengan segala dampaknya.

“Tujuan Undang-undang adalah untuk menciptakan tertib sosial, kedamaian, kesejahteraan, perlindungan dan kepastian bagi setiap warga negara bukan sebaliknya,” ujarnya.

Meskipun DPR maupun pemerintah memiliki kewenangan penuh untuk menjalankan roda pemerintahan dengan membuat regulasi, namun hal itu tidak serta merta bisa mengabaikan aspek lain seperti suara masyarakat.

“Politik demokrasi juga meniscayakan checks and balances serta agregasi aspirasi dan kepentingan rakyat sebagai perwujudan jiwa dan semangat gotong royong dan permusyawaratan,” jelas dia.

Abdul Mu’ti juga menuturkan agar DPR dan Pemerintah bisa menunjukkan eksistensi dari nilai-nilai Pancasila tersebut dalam penanganan pandemi Covid-19.

“Dalam situasi Pandemi Covid-l9 dan dampak-dampak yang ditimbulkannya, terutama dalam bidang sosial dan ekonomi diperlukan situasi dan kondisi yang aman dan persatuan yang kuat," imbuh pria asal Yogyakarta ini.

COVID-19
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti

Dia mendesak kepada DPR selaku pengusul RUU HIP untuk menghentikan rencana pembahasan RUU tersebut demi menjaga stabilitas nasional.

DPR diminta uuntuk lebih sensitif dan akomodatif terhadap arus aspirasi terbesar masyarakat Indonesia yang menolak RUU HIP.

"Yakni tidak memaksakan diri melanjutkan pembahasan RUU HIP untuk kepentingan kelompok tertentu dan hendaknya mengutamakan persatuan dan kemajuan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan,” tegas Abdul Mu'ti.

RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang merupakan RUU usulan DPR ini menuai polemik. PDIP sebagai fraksi pengusul pun angkat bicara soal RUU HIP yang kini ramai dibahas. PDIP menyatakan setuju ekasila dihapus dan paham komunisme dilarang di RUU HIP.

"Dengan demikian terhadap materi muatan yang terdapat di dalam Pasal 7 RUU HIP terkait ciri pokok Pancasila sebagai trisila yang kristalisasinya dalam ekasila, PDI Perjuangan setuju untuk dihapus. Demikian halnya penambahan ketentuan menimbang guna menegaskan larangan terhadap ideologi yang bertentangan dengan Pancasila seperti marxisme-komunisme, kapitalisme-liberalisme, radikalisme serta bentuk khilafahisme, juga setuju untuk ditambahkan," kata Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam keterangan tertulis, Senin (15/6).

Muatan mengenai trisila dan ekasila dalam RUU HIP ada di Pasal 7 dalam draf RUU tersebut. Pasal 7 menjelaskan mengenai ciri pokok Pancasila. Berikut bunyinya:

Pasal 7

(1) Ciri pokok Pancasila adalah keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan yang merupakan perpaduan prinsip ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi politik dan ekonomi dalam satu kesatuan.

(2) Ciri Pokok Pancasila berupa trisila, yaitu: sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan.

(3) Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong.

Baca Juga

Hormati Pramono Edhie, TNI AD Kibarkan Bendera Setengah Tiang 7 Hari

RUU HIP juga menyulut kontroversi karena tidak menyertakan TAP MPRS mengenai pembubaran PKI dalam drafnya. Di bagian 'mengingat' dalam draf RUU HIP, terdapat pasal UUD Negara RI 1945 dan berbagai Tap MPR. Ada 8 landasan hukum di draf RUU HIP, namun tak ada Tap MPRS mengenai pembubaran PKI yang masuk draf.

Tap MPRS mengenai pembubaran PKI itu bernama lengkap Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara, dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme.

Tap MPRS Nomor XXV Tahun 1966 ini ditetapkan oleh Ketua MPRS Jenderal TNI AH Nasution pada 5 Juli 1966. Suasana saat itu, Indonesia telah dikecamuk peristiwa G30S/PKI, serta aksi-aksi yang menyusul sesudahnya. (Knu)

#Muhammadiyah #COVID-19 #Pancasila
Bagikan
Bagikan