DI Tiongkok, kue Bakpia bernama "Tou Luk Pia" yang berarti kue pia kacang hijau. Istilah bakpia berasal dari bahasa Tionghoa dialek Hokkian, yakni dari kata 'bak' yang berarti daging dan pia yang berarti kue, atau secara harfiah merupakan roti berisikan daging.
Saat perayaan Imlek, bakpia biasanya hadir sebagai kudapan keluarga. Tapi bakpia bukanlah makanan yang bernilai kultural seperti halnya kue keranjang. Posisi bakpia disini, sebagai pelengkap dari kue keranjang, serta kudapan untuk keluarga.
Baca Juga:
Menurut penelitian yang dilakukan Amelia Puspita Sari dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Bakpia dikenal sebagai makanan khas kota Yogyakarta dan menjadi salah satu ikon kuliner bagi wisatawan, sebenarnya berasal dari negeri Tiongkok.

Bakpia terbentuk dari pengaruh akulturasi budaya Tionghoa dan Jawa. Pada perkembangannya, proses akulturasi sebagai proses alami pada perjalanan sebuah bangsa. Budaya yang masuk diterima lewat proses pengolahan dan penyesuaian dengan budaya masyarakat Indonesia, yang mayoritas berkeyakinan sebagai muslim.
Kue Bakpia aslinya berisi daging babi, yang kemudian diganti dengan isi kacang hijau, tanpa menghilangkan unsur budaya aslinya. Saat perayaan Imlek, bakpia biasanya hadir sebagai makanan pelengkap dari kue keranjang untuk kudapan keluarga.
Seperti yang dilansir dari berbagai sumber, resep bakpia awalnya dibawa oleh pendatang asal Tiongkok, yakni Kwik Sun Kwok di tahun 1940-an.
Singkat cerita, kala itu, Kwik tiba di Yogyakarta lalu menyewa sebidang tanah warga setempat bernama Niti Gurnito di Kampung Suryowijayan, Kelurahan Gedongkiwo, Yogyakarta.
Kemudian, Kwik mencoba peruntungan dengan membuat bakpia, yang merupakan makanan khas Tionghoa. Awalnya Kwik membuat bakpia dengan resep asli dari Tiongkok.
Baca Juga:
Pada resep asli, bakpia menggunakan beberapa unsur dari hewan Babi, yakni minyak babi untuk pengolahan, serta daging babi sebagai isi bakpia.
Tapi, setelah mengetahui masyarakat Yogyakarta mayoritas muslim dan tidak makan daging babi, Kwik bereksplorasi membuat bakpia tanpa minyak babi dan daging babi. Dia mengganti isinya dengan kacang hijau.
Alhasil cita rasa kue bakpia buatan Kwik yang sudah tak menggunakan unsur dari babi, cocok dengan lidah masyarakat Yogyakarta. Makanan Tiongkok yang telah dimodifikasi itu pun lantas digemari banyak orang.

Perlahan usaha bakpia dari Kwik terus berkembang. Kemudian Kwik pindah dari tanah sewaan milik Niti Gunarto ke sebelah barat Kampung Suryowijayan.
Pada tempat baru itu, Kwik melanjutnya pekerjaannya membuat beragam makanan termasuk bakpia. Namun di tahun 1960 Kwik meninggal dunia, dan usahanya dilanjutkan oleh anak menantunya yang bernama Jumikem.
Selepas kepergian Kwik, Niti Gurnito ikut membuat bakpia. Niti Gurnito sempat diberi rahasia resep pembuatan bakpia oleh Kwik.
Bakpia buatan Niti Gurnito memiliki kekhasan tersendiri. Berukuran lebih kecil dibanding bakpia buatan Kwik. Kulit bakpia buatan Niti lebih tebal namun isinya lebih sedikit.
Bakpia tersebut dijual keliling kampung dengan menggunakan pikulan kayu. Saat itu, pembeli bakpia masih agak 'tersekat'. Hal itu lantaran orang keturunan Tionghoa membeli bakpia di penjual asal Tionghoa, sedangkan orang Jawa membeli bakpia buatan Niti Gurnito.
Dalam periode yang sama, teman Kwik, Liem Bok sing yang mulanya menyuplai kebutuhan arang untuk Kwik, juga ikut membuat bakpia untuk dijual ke masyarakat.

Tahun 1948, Liem menciptakan resep baru bakpia. Dia kemudian pindah dari Kampung Pejeksan ke Jalan Pathuk nomor 75, Kecamatan Ngampilan. Kelak di kemudian hari berkembang menjadi sentra industri bakpia besar bernama Bakpia Patuk 75.
Nama jalan tempat usaha Liem dinamakan Jalan Pathuk, hal itu lantaran pada bagian ujung timur sisi utara merupakan Kampung Pathuk. Selain itu di salah satu bagian dari Jalan Pathuk ini terdapat Asrama Polisi Pathuk dan Pasar Pathuk.
Di tempat itulah usaha bakpia Liem kian berkembang pesat. Dengan resep baru, Liem sukses membuat bakpia generasi kedua dengan kulit yang lebih tipis, ujung datar, agak gosong dan berisi kacang hijau.
Pada generasi sebelumnya, bakpia berkulit lebih tebal dengan bentuk bulat. Kala itu bakpia buatan Liem kian digemari masyarakat Yogyakarta.
Mulai era 1980-an bakpia yang sudah mengalami metamorfosis resep, akhirnya menjadi makanan khas Yogyakarta. Di tahun 1980-an juga bakpia kian populer dan kemudian muncul produsen-produsen rumahan bakpia di kawasan Pathuk dengan merek dagang yang sama tapi dengan nomor berbeda. Para penjual membuka toko di rumah mereka masing-masing, dalam mempromosikan bakpia buatannya. (Ryn)
Baca juga: