Sejarah Hari Ini, Yogyakarta Menjadi Ibukota Sementara Republik Indonesia (1)

Yudi Anugrah NugrohoYudi Anugrah Nugroho - Minggu, 03 Januari 2021
Sejarah Hari Ini, Yogyakarta Menjadi Ibukota Sementara Republik Indonesia (1)
Sukarno dan Sultan hamengku Buwana IX di Gedung Agung Yogyakarta. (Getty Images)

KURIR utusan Sultan Yogyakarta tiba di Jakarta, 2 Januari 1946. Surat Sri Sultan Hamengku Buwana IX cepat berpindah tempat di hadapan presiden. Isi surat menyua dukungan penuh Keraton Ngayogyakarta dan Kadipaten Pakualaman terhadap rencana pemindahan ibukota. Sukarno mengangguk sepakat. Persiapan pemberangkatan dikebut.

Baca juga: Tak Bermimpi Jadi Jenderal Besar, Soedirman Hanya Bercita-Cita Jadi Guru (6)

Jakarta sudah tak lagi kondusif. Di satu sisi sisa-sisa tentara Jepang masih menjadi ancaman. Sementara di lain sisi, kedatangan serdadu Nederlandsch Indië Civiele Administratie atau Netherlands-Indies Civiele Administration (NICA) membonceng pasukan Sekutu pada 29 September 1945 merongrong keamanan ibukota. NICA acap melakukan aksi teror terhadap tokoh-tokoh republik.

Sukarno harus bertindak cepat mengatasi situasi keamanan di usia hitungan minggu kemerdekaan Republik Indonesia. Uluran tangan Sultan Hamengku Buwana IX dan Sri Paku Alam VIII cepat disambar pihak Jakarta dengan mengadakan sidang kabinet tertutup diketuai Sutan Sjahrir.

sukarbo
Kereta Api Luar Biasa (KLB). (MP/Noer Ardiansjah)

Dalam kondisi darurat, ucap Bung Karno pada Cindy Adams dalam Bung Karno; Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, ibukota negara musti dipindahkan besok malam dari Jakarta ke Yogyakarta. "Tidak ada seorang pun dari saudara boleh membawa harta benda. Aku juga tidak," kata Sukarno kepada para pejabat tinggi negara. Pemindahan para tokoh sentral disepakatai dilakukan secara cepat dan rahasia menggunakan Kereta Api Luar Biasa (KLB).

Kesibukan tampak di Dipo Manggarai. Empat rangkaian gerbong disusun mengait lokomotif hitam bernomor D52099. Begitu fajar menyingsing, lokomotif ditarik perlahan menuju rel kereta persis di bagian belakang rumah Bung Karno, Pegangsaan Timur.

sukarno
Lokomotif kuno saat tiba di Stasiun Purwosari beberapa tahun lalu. (MP/Raditya)

Tepat pukul 18.00 WIB, para rombongan berangkat dengan pengawalan 15 belas pasukan. Semua penumpang, menurut salah seorang pengawal Bung Karno, Mangil Martowidjojo pada Kesaksian tentang Bung Karno, dagdigdug khawatir tertangkap NICA.

Baca juga: Ketika Sukarno Menggoda Soedirman: Pilih Perempuan Gemuk atau Kurus? (16)

"Waktu itu keadaan di dalam KLB gelap sekali. Lampu-lampu sengaja tidak dinyalakan," ingat Mangil.

Meski diliputi waswas, perjalanan kereta tak menemui aral berarti.

Selama 15 jam perjalanan, lokomotif C28 akhirnya melangsir di stasiun Tugu Yogyakarta, Jumat, 4 Januari 1946.

Sukarno sempat tinggal sementara di kawasan Pura Pakualaman sebelum akhirnya tinggal di istana bekas Gubernur Belanda di selatan Malioboro. Sejak saat itu, Sukarno-Hatta resmi berkantor di Yogyakarta. (*)

Baca juga: Sukarno Memilih Berdiplomasi, Soedirman Memutuskan Gerilya (20)

#Yogyakarta #Sukarno
Bagikan
Bagikan