Seberapa Besar Kans Jokowi Dimakzulkan Gegara Kebijakan Corona?

Angga Yudha PratamaAngga Yudha Pratama - Selasa, 02 Juni 2020
Seberapa Besar Kans Jokowi Dimakzulkan Gegara Kebijakan Corona?
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Gerakan Non-Blok (GNB) melalui konferensi video dari Istana Kepresidenan Bogor, Senin (4/5/2020) malam, untuk membahas penangana

Merahputih.com - Pakar Hukum Tata Negara, Muhammad Rullyandi menilai, Presiden Jokowi tidak bisa dimakzulkan hanya karena kebijakan penanganan pandemi corona. Kebijakan pemerintah saat menangani COVID-19 itu dibuat dalam keadaan kedaruratan.

Menurut dia, penting untuk disadari bahwa kebijakan Presiden Jokowi menghadapi darurat wabah pandemi global corona adalah kebijakan negara dalam keadaan abnormal condition.

"Ini tdak dapat digolongkan dalam alasan konstitusional pemakzulan presiden,” kata Rullyandi kepada Merahputih.com, Selasa (2/6)

Baca Juga

Pecatan TNI Ditangkap Karena Minta Jokowi Mundur, IPW: Polisi Jangan Paranoid

Menurut dia, segala kebijakan pemerintah dalam situasi darurat sah secara yuridis. Walaupun, kebijakan itu menuai kritik atau kekecewaan sebagian besar publik.

Ia mencontohkan, ucapan mantan Presiden Amerika Abraham Lincoln, safe guarding the nation and safe guarding the constitution. Artinya, ketika negara dalam keadaan darurat, yang pertama tujuannya lindungi dahulu bangsamu dan yang kedua barulah lindungi konstitusimu.

"Manakala terjadi kegentingan keadaan darurat yang demikian, maka pada hakikatnya semua tindakan negara untuk menyelamatkan bangsa sekalipun inkonstitusional menjadi rechtmatigheid atau sah secara yuridis,” tutur dia.

Ia menambahkan, sistem hukum Indonesia membuat proses pemakzulan presiden tidak mudah terlaksana.

Terdapat syarat yang sangat ketat, alasan yang limitatif, prosedural kelembagaan melalui mekanisme jalur DPR, MK serta MPR, untuk memakzulkan seorang presiden.

“Artinya mekanisme pemakzulan presiden tidak bisa diselenggarakan melalui dorongan gerakan rakyat atau people power atas dasar adanya tuduhan terhadap pelanggaran sumpah presiden untuk meminta pertanggungjawabannya,” tegas pria berusia 35 tahun ini.

Di indonesia sejak amandemen UUD 1945 proses pemakzulan Presiden menggabungkan intermixture structural process yang artinya tidak murni hanya lembaga politik yang dilibatkan sehingga menghadirkan checks and balances didalam kontrol kelembagaan.

Presiden Jokowi. Foto: ANTARA

MPR sebagai lembaga negara yang mewakili daulat rakyat in direct democracy memegang prinsip salus populi supreme lex (suara rakyat adalah hukum yang tertinggi).

"Sehingga demikian pengawasan penyelenggaraan kekuasaan tertinggi pemerintahan oleh Presiden dengan maksud bertujuan untuk suatu pemakzulan hanya dikatakan sah (konstitusional) melalui DPR, MK dan MPR bukan suara demonstrasi atau kelompok - kelompok tertentu diluar DPR, MK dan MPR," teranf Rullyandi.

Dengan adanya keterbatasan ketat syarat rigid dan limitatif alasan dan prosedur pemakzulan menurut UUD 1945 maka sulit sekali membawa tujuan wacana pemakzulan Presiden dengan keinginan alam demokrasi bottom up atas dasar kebebasan berpendapat.

Sebelumnya diberitakan, diskusi virtual bertema 'Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan' yang diselenggarakan oleh Constitutional Law Society (CLS) atau Komunitas Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM), batal digelar.

Diskusi tersebut rencananya digelar pada Jumat, 29 Mei 2020, pukul 14.00-16.00 WIB. Sebelum diskusi digelar, kontroversi sempat muncul terkait tema yang diusung.

Tema diskusi pun sempat diganti penyelenggara menjadi 'Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan'. Akhirnya, diskusi virtual tersebut justru urung digelar.

Baca Juga

Update COVID-19 (31/5): Kasus Positif 26.473, Meninggal 1.613

Pasca menjadi viral di media sosial, sejumlah pihak yang terlibat dalam acara tersebut menjadi sasaran teror orang tak dikenal. Selain pembicara, teror juga dialami oleh moderator, narahubung kegiatan maupun panitia penyelenggara.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Sigit Riyanto, membenarkan perihal adanya teror terhadap sejumlah mahasiswanya yang terlibat dalam kegiatan diskusi itu. Teror yang dialami ini dari nomor telepon dihubungi orang tak dikenal, hingga ancaman pembunuhan. (Knu)

#Presiden Jokowi #COVID-19
Bagikan
Bagikan