MerahPutih.com - Surat edaran (SE) Kapolri yang memerintahkan kepada anggota untuk tak menahan pelaku pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) apabila tersangka dalam satu kasus sudah meminta maaf menuai tanggapan dari sejumlah pihak.
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi), Edi Hasibuan mengatakan, tujuan SE yang ditandatangani Kapolri Listyo adalah agar seluruh jajaran polri selalu mengedepankan restorative justice dalam setiap menangani perkara siber.
Baca Juga
"Sehingga memberikan rasa keadilan untuk masyarakat," katanya kepada wartawan, Selasa (24/2)
Pengajar di Universitas Bhayangkara Jakarta ini melanjutkan saat polisi dalam menangani perkara siber bermunculan pendapat yang multitafsir.
Atas kondisi tersebut Kapolri lalu menerbitkan SE dan meminta kepada penyidik agar selalu mengedepankan langkah damai lewat virtual police dalam menangani perkara yang terkait dengan laporan pelanggaran UU ITE.
Untuk hukum pidana, sesuai isi SE Kapolri adalah langkah terakhir dalam penegakan hukum. Kecuali perkara tersebut bersifat berpotensi memecah bela, SARA, radikalisme, dan separatisme.
"Kami mengharapkan dengan SE Kapolri ini, akan menghilangkan adanya tudingan kriminalisasi dalam penanganan perkara siber," jelas doktor ilmu hukum yang juga mantan anggota Kompolnas ini.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan surat edaran nomor SE/2/II/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat dan Produktif tertanggal 19 Februari 2021.
Dalam telegram itu, Kapolri Listyo memberikan sejumlah pedoman agar penanganan kasus-kasus yang berkaitan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menerapkan penegakan hukum yang memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.
Beberapa langkah yang dijabarkan Listyo dalam edaran itu, berkaitan agar penyidik dapat mengedepankan edukasi dan langkah persuasif sehingga dapat menghindari dugaan kriminalisasi terhadap orang yang dilaporkan.
Pertama, Listyo meminta agar kepolisian terus memantau perkembangan pemanfaatan ruang digital dengan setiap dinamika permasalahan yang ada. Kemudian, penyidik perlu memahami budaya beretika di ruang digital.
Untuk itu, kata Listyo, polisi perlu menginventarisasi pelbagai permasalahan dan dampak di masyarakat akibat kasus-kasus UU ITE.
"Mengedepankan upaya preemtif dan preventif melalui virtual police dan virtual alert yang bertujuan untuk memonitor, mengedukasi, memberikan peringatan, serta mencegah masyarakat dari potensi tindak pidana siber," kata Listyo dalam surat edaran itu.
Listyo juga mengatakan bahwa dalam menerima laporan dari masyarakat, penyidik perlu dengan tegas membedakan antara kritik, masukan, hoaks, dan pencemaran nama baik yang dapat dipidana.
Selain itu, lanjut dia, penyidik perlu membangun komunikasi dengan pihak-pihak yang bersengketa, terutama korban agar membuka ruang mediasi.
Hal tersebut, beberapa kali didorong oleh Listyo dalam surat edaran tersebut. Kemudian, Listyo meminta agar gelar perkara yang dilakukan oleh kepolisian di daerah-daerah dapat melibatkan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
"Melakukan kajian dan gelar perkara secara komperhensif terhadap perkara yang ditangani dengan melibatkan Bareskrim/Dittipidsiber (dapat melalui zoom meeting) dan mengambil keputusan secara kolektif kolegial berdasarkan fakta dan data yang ada," ucapnya. (Knu)
Baca Juga
Keluarkan SE Penerapan UU ITE, Kapolri Minta Anak Buahnya Kedepankan Langkah Damai