MerahPutih.com - Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menegaskan pimpinan KPK saat itu tidak pernah menerbitkan surat ketetapan "justice collaborator" (JC) kepada bekas Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin.
"Pada 9 Juni dan 21 Juni 2017, KPK menerbitkan surat keterangan bekerja sama untuk M Nazaruddin (bukan JC) karena yang bersangkutan sejak proses penyidikan, penuntutan, dan di persidangan telah mengungkap perkara korupsi," ujarnya di Jakarta, Kamis (18/6)
Baca Juga
KPK Sebut Penunjukan Platform Digital Mitra Kartu Prakerja Sarat Konflik Kepentingan
"Justice collaborator" adalah pelaku kejahatan yang bekerja sama dengan penegak hukum.
"Jadi yang diberikan surat keterangan bekerja sama. Bedanya JC diberikan KPK saat proses hukum masih berjalan dan saat akan diputuskan oleh Majelis Hakim," kata Saut dilansir Antara.
Sementara, kata dia, surat keterangan bekerja sama diberikan KPK saat perkara hukum yang menjerat Nazaruddin telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht.

Adapun, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan menyatakan surat keterangan yang diterbitkan KPK untuk Nazaruddin dikategorikan sebagai penetapan JC.
"Bahwa surat keterangan yang dikeluarkan KPK dikategorikan sebagai JC (justice collaborator), sebagaimana pasal 34A Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012," ucap Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Rika Aprianti dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (18/6)
Berdasarkan Pasal 34A ayat 1 PP Nomor 99 Tahun 2012 dijelaskan bahwa pemberian remisi bagi narapidana tindak pidana tertentu selain harus memenuhi persyaratan dalam Pasal 34, juga harus memenuhi persyaratan, yaitu bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar tindak pidana yang dilakukannya.
Baca Juga
Untuk diketahui, Nazaruddin telah keluar dari Lapas Klas I Sukamiskin, Bandung pada Minggu (14/6) setelah memperoleh hak cuti menjelang bebas.
Nazaruddin sebelumnya dalam perkara korupsi wisma atlet telah divonis penjara selama 7 tahun sedangkan perkara yang kedua, yaitu suap dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan vonis hukuman penjara selama 6 tahun. (*)