PERKEMBANGAN zaman di industri 4.0 begitu pesat dan menghadirkan beberapa terobosan. Karya sastra pun diharapkan hadir sebagai sumber inspirasi pembangunan karakter dan penghalus budi pekerti pembacanya, terutama generasi muda.
Sedikit kilas balik, di era 2000-an awal, sejumlah bentuk sastra seperti koran dan majalah kerap dicari masyarakat untuk mendapatkan informasi terkini. Bahkan, para penjual pun sangat mudah ditemukan di pinggir jalan. Kini, perannya dalam beberapa hal seolah-olah digantikan oleh media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, hingga Youtube. Perusahaan media sosial berhasil menarik perhatian masyarakat, bahkan koran dan majalah juga hijrah ke media digital.
Meski begitu, tidak bisa dipukul rata bahwa semua media konvensional ambruk rata tanah. Beberapa koran di daerah, masih bernapas dengan ruang sastranya. Begitu juga penerbitan buku, muncul satu-dua, terutama dalam acara-acara, perayaan, atau peringatan peristiwa.
Baca juga:
Festival Sastra Internasional di Tanah Air yang Selalu Dinanti

Menurut sastrawan sekaligus penulis di lensasastra.id, Maman. S. Mahayana, media sosial juga menjadi ruang terbuka yang memberi kesempatan bagi pengguna untuk melakukan diskusi. Siapa pun kini bisa begitu bebas menyiarkan karyanya di media sosial, diikuti dengan likes dan komentar.
Dalam sebuah seminar, sastrawan Ahmadun Yosi Herfanda menekankan, generasi milenial diharapkan masih tersentuh oleh nilai-nilai sastra yang adihulung dan dapat memperhalus budi pekerti mereka. Keyakinan bahwa sastra dapat memperhalus budi pekerti, menurutnya, sudah ada secara turun-temurun sejak tradisi sastra lama yang syarat pesan keluhuran. Di era sastra modern dan kontemporer, keyakinan itu tetap dipertahankan oleh sebagian sastrawan, apresian, dan pengajar sastra.
Baca juga:

"Dengan membaca karya sastra, diharapkan masyarakat tersentuh rasa keindahannya, dan terinspirasi untuk melakukan kebaikan sebagaimana diisyaratkan karya sastra," kata Ahmadun yang juga merupakan dosen mata kuliah Creative Writing Universitas Multimedia Nusantara.
Ahmadun mengatakan saat memasuki era 4.0 ini, ketika mengajar, guru diharapkan berperan secara aktif dan kreatif, terutama dalam menyiasati media. Kebutuhan siswa di sekolah mungkin bisa dipenuhi melalui buku pelajaran dan perpustakaan sekolah. Di luar sekolah, siswa bisa memanfaatkan berbagai media berbasis IT, seperti media sosial, blog, web, dan berbagai aplikasi IT.
Dalam menulis karya sastra, kita dituntut untuk bisa menuliskan atau menyampaikan berbagai hal atau gagasan dengan cara yang komunikatif, namun tetap menekankan aspek keindahannya. Ada pun berbagai jenis karya sastra populer, seperti puisi, prosa, novel, roman, drama, hingga cerita pendek.
Yang paling penting dalam membaca karya sastra adalah menambah wawasan mengenai apa yang belum kita tahu. Kita bisa melihat berbagai macam sudut pandang yang diberikan dalam memahmi kejadian di masa itu. (and)
Baca juga: