Merahputih.com - Pelanggar protokol kesehatan saat Pilkada Serentak 2020 diprediksi bakal terjadi. Hal ini karena sanksi dan ancaman hukuman yang rendah.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus menilai, sanksi terhadap pelanggar protokol kesehatan Pilkada yang dimuat Peraturan KPU (PKPU) Nomor 13 Tahun 2020 masih sangat lemah.
Umumnya, sanksi yang diatur berupa peringatan tertulis. Tak ada aturan yang lebih tegas bagi pelanggar protokol kesehatan.
"Saya kira terkait sanksi ini juga sangat lembek di PKPU ini. Umumnya itu peringatan tertulis, tidak ada yang lebih serius untuk itu," kata Lucius kepada wartawan di Jakarta, Jumat (25/9).
Sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan Pilkada tertuang dalam PKPU 13/2020 tentang Pilkada Serentak Lanjutan dalam Kondisi Bencana Non-alam COVID-19 yang terbit 23 September 2020.
Pasal 88C Ayat (2) PKPU tersebut mengatur sanksi bagi pasangan calon, partai politik dan tim kampanye yang nekat menggelar kegiatan kampanye yang dilarang KPU, seperti kampanye akbar, konser musik, hingga bazar.

Sanksi bisa berupa peringatan tertulis oleh Bawaslu provinsi atau Bawaslu kabupaten/kota pada saat terjadinya pelanggaran.
Namun, apabila peringatan tertulis tak diindahkan, Bawaslu provinsi atau Bawaslu kabupaten/kota berhak melakukan penghentian dan pembubaran kegiatan kampanye di tempat terjadinya pelanggaran.
Lucius menilai bahwa sanksi ini tak akan memberi efek besar bagi paslon, partai politik, atau tim kampanye. “Sanksi ini sangat lembek di PKPU ini. Umumnya itu peringatan tertulis, tidak ada yang lebih serius untuk itu,” kata dia.
PKPU 13/2020 telah diundangkan pada Rabu (23/9). Dalam PKPU ini, pada saat terjadi pelanggaran protokol kesehatan, Bawaslu provinsi, kabupaten/kota, hingga Panwas kecamatan dan desa/kelurahan memberikan peringatan tertulis kepada pihak yang melanggar. Apabila tidak diindahkan dalam kurun waktu satu jam, Bawaslu kemudian mengenakan sanksi berikutnya.
Sanksi itu mulai dari Bawaslu melaporkan ke kepolisian, penghentian, dan pembubaran kegiatan kampanye di tempat terjadinya pelanggaran serta memberikan rekomendasi larangan melakukan metode kampanye yang dilanggar selama tiga hari.
“Sanksi-sanksi yang saya kira akan dengan mudah kemudian dianggap remeh oleh pasangan calon,” ujar pria asal Manggarai, NTT ini. (Knu)