MerahPutih.com - Perang Rusia-Ukraina yang berlangsung pada Maret 2022 ini, paling tidak telah mempengaruhi investasi di Indonesia, bukan sekedar naiknya harga komoditas seperti minyak bumi.
Bank Indonesia (BI) melaporkan aliran modal asing keluar dari pasar keuangan Indonesia senilai Rp 34 triliun selama konflik berlangsung.
Baca Juga:
Mendag Lutfi Bilang Minyak Goreng Mahal Disebabkan Perang Rusia-Ukraina
"Aliran modal asing keluar dari pasar surat berharga negara (SBN) sekitar Rp 30 triliun dan pasar saham Rp 4 triliun," ungkap Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti di Jakarta, Kamis (18/3).
Ia menegaskan, pasar keuangan domestik kehilangan modal asing sebesar USD 400 juta secara total (nett outflow) dari 1 Januari sampai 15 Maret 2022. Investor asing saat ini cenderung mengalihkan dananya ke aset aman seperti dolar AS dan emas di tengah gejolak geopolitik globa.
Saat ini, persepsi risiko investasi alias Credit Default Swap (CDS) seluruh negara, termasuk Indonesia yang naik sekitar 40 basis poin.
"Tetapi kita tidak sendiri, negara-negara lain semua seperti Thailand, Filipina, dan Malaysia meningkat, bahkan secara persentase peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia," tambahnya.
Aliran modal asing keluar yang cukup besar dari pasar SBN, terjadi karena salah satunya terdapat kenaikan imbal hasil atau yield SBN Indonesia yang sekarang naik ke level 6,7 persen, didorong oleh peningkatan yield obligasi AS ke level 2,1 persen.
Ia menegaskan, peningkatan imbal hasil SBN Indonesia tak terlalu signifikan lantaran porsi investor domestik dalam kepemilikan SBN sudah cukup kuat.

"Dalam dua bulan terakhir itu asuransi dan dana pensiun cukup kencang masuk di pasar SBN dan mendorong adanya penyesuaian pada imbal hasil SBN, tapi tidak terlalu drastis," ujar Destry.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan konflik Rusia-Ukraina yang berdampak terhadap kenaikan berbagai komoditas energi maupun pangan bakal mendorong terjadinya inflasi.
"Ini akan mendorong terjadinya inflasi karena harga (komoditas) internasional dan harga domestik sangat berbeda," kata Airlangga.
Ia mengatakan konflik dua negara itu telah memicu meroketnya sejumlah harga komoditas pangan, seperti minyak nabati serta gandum yang diimpor dari Ukraina.
"Mereka menjadi pemasok 40 persen (gandum) secara global dan Indonesia juga bergantung kepada Ukraina untuk impor gandum," katanya. (asp)
Baca Juga:
Tiongkok Sebut Agenda G20 Indonesia Sebaiknya Hindari Isu Konflik Rusia-Ukraina