Saatnya Warga +62 Merdesa!

Yudi Anugrah NugrohoYudi Anugrah Nugroho - Senin, 01 Agustus 2022
Saatnya Warga +62 Merdesa!
Ilustrasi Warga +62 Merdesa. (MP/Fikri)

BONGE sesuai singkatan namanya merupakan Bocah Bojong Gede. Sementara Roy dan Kurma bocah asal Citayam. Ketiganya tinggal di kawasan nan secara administratif masuk Kabupaten Bogor. Bagi orang Betawi jaman bahela kawasan tersebut disebut udik alias kampung.

Namun, berkat gaya dan tampilan memesona ketiganya ditambah Jeje kelahiran Jakarta, Dukuh Atas beroleh identitas baru sebagai ruang berekspresi anak muda atau belakangan lantas direduksi sebatas tempat Fashion Street.

Sebelum kehadiran Remaja Sudirman, Citayam, Bojong Gede, dan Depok (SCBD) tersebut, Dukuh Atas hanya tempat lalu lalang pekerja, pasangan berpose untuk foto pre wedding, serta para remaja bermain papan luncur nan hanya ramai di hari libur atau Sabtu-Minggu.

Namun, begitu konten wawancara bocah viral, Remaja SCBD nan semula disebut jamet dari Citayam, Bojong Gede, dan Depok mulai membanjiri kawasan Dukuh Atas. Bahkan, ketika Bonge, Kurma, Jeje, dan Roy semakin viral kawasan Dukuh Atas jadi begitu padat pengunjung sampai Satpol PP harus berkali-kali memecah kerumunan karena pandemi belum usai.

Saat Remaja SCBD tersebut viral, tak sedikit warganet mulai mencibir mencap mereka kampungan, norak, dan tak pantas ada di Dukuh Atas. Tentu saja cibiran itu tak mengendurkan para pengunjung nan ingin sekadar bertemu Remaja SCBD, berfoto di lokasi, atau ingin menjajal Citayam Fashion Week (CFW).

CFW jadi magnet baru Dukuh Atas. Dari mulai konten kreator pelbagai platform, komedian, pesohor, orang biasa, hingga Gubernur Jakarta pun ikutan melenggang di zebra cross Dukuh Atas. Semua keramaian tersebut begitu pula dengan identitas baru Dukuh Atas tentu berasal dari Remaja SCBD nan disebut udik, norak, atau jamet.

Viralnya Remaja SCBD lalu CFW membuat banyak orang mulai memikirkan ulang arti kekuatan udik atau desa. Paling tidak lima tahun terakhir, banyak inisiator muda memberikan bukti dari desa pun bisa mendunia. Di ranah musik misalnya, banyak sekali band cadas asal Bandung manggung di panggung besar di Eropa, antara lain Burgerkill, Jasad, Beside, dan Taring serta banyak lainnya.

Sesuai dengan tradisi do it yourself (DIY) pada kebanyakan spirit musik bawah tanah, band-band asal Bandung tersebut mengkoordinasi secara mandiri dari hulu sampai hilir segala hal agar kemampuannya bisa ditampilkan pada panggung musik skala dunia. Penampilan mereka lantas beroleh apresiasi para penonton luar negeri karena keunikannya menghsung unsur lokal, entah dari lirik, alat musik, hingga ornamen pada dandanan di panggung.

Sementara di film, tak sedikit aktor Indonesia terpampang adu akting dengan aktor kenamaan dunia di film Hollywood, seperti Iko Uwais, Yayan Ruhiyan, Cecep Arif Rahman, dan Joe Taslim. Mereka bisa dilirik sutradara Hollywood karena kekuatan lokal dari kemahirannya bersilat. Alhasil, banyak gerakan silat muncul saat mereka berlaga di film tersebut.

Dari banyak contoh tersebut memperlihatkan dari desa tiap pelaku industri kreatif bisa naik kelas mendunia. Hal tersebut seolah menjadi satu tarikan napas dengan semangat Indonesia di G20 mengusung kekuatan desa sebagai penggerak ekonomi lewat semangat berkelanjutan dan transformasi digital dan ekonomi.

Setelah tokoh, produk, dan kampanye, serta semangat dari desa telah naik kelas mendunia atau viral, selanjutnya tantangan terbesarnya konsistensi agar semua itu bisa berkelanjutan. Di bulan Agustus, bertepatan dengan peringatan HUT ke-77 Republik Indonesia semangat kemandirian desa jadi tenaga sangat penting untuk pulih dan bangkit jadi lebih kuat.

Kemerdekaan diartikan lebih luas sebagai kemandirian untuk pulih lebih cepat dan bangkit lebih kuat. Sepanjang Agustus 2022, Merahputih.com menaja tema Merdesa dalam arti KBBI patut, layak, sopan atau beradab sehingga setelah banyak orang dari desa naik kelas kemudian muncul kemandirian desa membuat Indonesia semakin menjadi bangsa beradab.

Merdesa juga bisa berarti Merdeka dari Desa. Contoh di atas mungkin hanya sekelumit dari segudang kekuatan orang-orang di desa nan telah mendunia. Dengan kemajuan teknologi, desa tak lagi ketinggalan karena banyak pihak lalu memanfaatkan era digital untuk memperluas pengaruhnya, keunikan, bahkan gagasannya ke seluruh dunia.

Tak sedikit seniman dari desa beroleh pengakuan dunia. Karya mereka dikenal luas karena teknologi. Di masa pandemi karya mereka tetap laku terjual meski hanya berkarya dari rumah di desanya. Pembelinya kebanyakan orang luar negeri menggunakan skema pembayaran dari platform nan kini sedang diblokir sementara.

MAU MERDESA ATAU MATI!

#Agustus Warga +62 Merdesa
Bagikan
Bagikan