KISAH Gede Robi, Tiza Mafira, dan Prigi Arisandi dalam berjuang melawan pencemaran lingkungan akibat penggunaan plastik sekali pakai baru saja memasuki platform streaming Netflix. Kisah mereka termaktub dalam film berjudul "Pulau Plastik" dan kali pertama tayang di bioskop pada 22 April 2021.
"Pulau Plastik", yang disutradarai oleh Rahung Nasution dan Dandhy Dwi Laksono, mendokumentasikan ikhtiar tiga anak muda yang mengekplorasi sejauh mana kerusakan lingkungan akibat plastik terjadi di Indonesia. Temuan ketiganya menyebutkan bahwa plastik telah merusak rantai makanan dan menelusup ke dalam tubuh manusia sehingga memengaruhi kesehatannya tanpa disadari. Karena itu, tiga anak muda tadi memutar otak untuk mengatasi krisis lingkungan akibat pencemaran plastik tersebut.
Baca juga:
Rawat Bumi Mulai dari Hal Sepele

Pemutaran film dokumenter ini diharapkan menumbuhkan kesadaran masyarakat Indonesia agar lebih bijak dalam menggunakan plastik sekali pakai. Film ini juga mengajak para generasi muda unjuk gigi dalam menjaga lingkungan demi bumi yang lebih baik. Inilah saat yang tepat. Tak bisa ditunda-tunda lagi.
Tak perlu langsung melakukan tindakan besar untuk memperbaiki lingkungan. Anak-anak muda dapat melakukan hal-hal kecil, tapi konsisten. Ini akan memiliki dampak besar ke depannya. Misalnya anak-anak muda bisa memulainya dengan belajar mencintai dan menanam pohon.
Cara lainnya adalah dengan gemar membawa botol minum atau tumbler saat mereka berpergian. Ini akan mengurangi pemakaian botol plastik sekali pakai. Saat ini, sudah banyak anak muda yang terlihat menenteng tumbler. Bahkan memamerkannya ke sesama teman.
Hal yang cukup menggembirakan adalah banyak anak muda mulai menggunakan tote bag ketika berbelanja. Tote bag berfungsi sebagai pengganti kantong plastik yang sudah mulai dilarang penggunaannya di berbagai toko ritel dan restoran.
Kalau semua contoh tadi dirasa masa sulit, mungkin anak muda bisa mulai dengan menghapus email. Semudah itu kah? Ya. Menghapus email ternyata dapat mencegah pemanasan global. Penjelasan sederhananya, setiap email yang kita kirim menghasilkan karbondioksida. Email-email tersebut lalu tersimpan di sistem penyimpanan awan. Sistem ini bekerja menggunakan listrik. Sementara bahan pendukung untuk listrik adalah bahan bakar batu bara atau fosil. Karena itulah menyimpan email akan meningkatkan penggunaan bahan bakar tersebut.
Baca juga:

Laman The Good Planet, Rabu (20/4/2022), melansir rata-rata orang Amerika Serikat memiliki sekitar 500 email spam. Jika email tersebut dihapus, ada peluang untuk mengurangi karbondioksida. Setiap email diperkirakan menyumbang 0,3 gram karbondioksida. Dengan menghapus 500 email spam, maka ada 175 gram karbondioksida yang dihilangkan.
Tapi yang perlu diketahui, aktivitas digital tak hanya mengirim email. Ada pula menonton video streaming, menyetel musik, dan berselancar di media sosial. Semua itu tak mungkin dihindari, tapi bisa dikurangi. Dengan begitu, anak-anak muda dapat berperan melestarikan lingkungan dari hal yang paling sederhana. (Ref)
Baca juga:
Peringati Hari Lingkungan Hidup, Jokowi: Setiap Orang Berperan Menyelamatkan Bumi