MerahPutih.com - Pandemi COVID-19, tidak membuat orang-orang super kaya mengalami penurunan kekayaan atau pendapatan. Berbeda dengan masyarakat yang terkena penurunan pendapatan bahkan tingkat kemiskinan melambung di berbagai dunia.
Dalam hasilnya dirilis Oxfam, jelang pertemuan elite Forum Ekonomi Dunia (WEF). Sejumlah data terkait kesenjangan global mencuat bahkan tingkat ketimpangan menjadi semakin tinggi.
Baca Juga:
2.118 Orang Kaya Telah Ikut Tax Amnesty Dalam 9 Hari
Oxfam mencatat, para triliuner telah mencatat lonjakan dalam kekayaan mereka selama pandemi. Paling tidak, 10 orang terkaya di dunia bertambah kaya sebesar USD 15.000 dolar atau Rp 215 juta per detik atau USD 1,3 miliar atau Rp 18,6 triliun per hari selama pandemi.
Paling tidak, harta mereka melebihi gabungan harta yang dimiliki 3,1 miliar penduduk miskin di dunia. Seorang triliuner baru muncul setiap 26 jam sejak awal pandemi.
Namun, lebih dari 160 juta orang diperkirakan jatuh miskin selama krisis kesehatan saat ini. Kesenjangan di antara negara-negara di dunia diperkirakan meningkat untuk kali pertama dalam sebuah generasi. Kesenjangan juga semakin lebar di dalam sebuah negara.
Oxfam menegaskan, negara-negara kaya pulih lebih cepat. Pendapatan mereka pada 2023 kemungkinan akan kembali ke tingkat sebelum pandemi, namun negara-negara berkembang akan mengalami penurunan rata-rata 4 persen, menurut Bank Dunia.
Pada 2023, pendapatan per kapita kemungkinan akan tetap di bawah level 2019 di 40 negara berkembang, dan kesenjangan menyumbang 21.300 kematian per hari atau satu kematian per empat detik.
Tercatat juga, sekitar 5,6 juta orang di negara-negara miskin meninggal tiap tahun karena keterbatasan memperoleh layanan kesehatan, sementara kelaparan membunuh lebih dari 2,1 juta orang per tahun.
Bahkan, tasio pasien COVID-19 yang meninggal di negara-negara berkembang diperkirakan dua kali lebih besar daripada di negara-negara kaya. Hanya tujuh persen lebih penduduk di negara-negara miskin telah menerima satu dosis vaksin dibandingkan dengan lebih dari 75 persen di negara-negara kaya.
Baca Juga:
Ratusan Orang Kaya Mulai Ikuti Program Tax Amnesty Jilid 2
Lembaga ini juga menyoroti, satu persen orang paling kaya di dunia membuang dua kali lebih banyak karbon dioksida dibanding 50 persen orang miskin. Jika tidak dikendalikan, perubahan iklim akan mendorong 132 juta orang ke jurang kemiskinan ekstrem pada 2030, menurut perkiraan Bank Dunia.
Pandemi juga, dalam laporannya, telah memundurkan kemajuan global dalam kesetaraan gender. Wanita akan memerlukan waktu hampir 136 tahun agar dapat setara dengan pria, naik dari angka 99 tahun pada saat prapandemi.
Saar ini, dari perkiraan Bank Dunia, prospek global "dibayangi oleh berbagai risiko penurunan," termasuk wabah COVID-19 yang diperbarui karena varian virus baru, kemungkinan ekspektasi inflasi yang tidak terkendali dan tekanan keuangan dalam konteks tingkat utang yang mencapai rekor tertinggi, menurut laporan setengah tahunan itu
Setelah rebound ke sekitar 5,5 persen pada 2021, pertumbuhan global diperkirakan akan melambat tajam menjadi 4,1 persen pada 2022, laporan tersebut mencatat. Proyeksi terbaru untuk 2021 dan 2022 masing-masing 0,2 poin persentase lebih rendah dari perkiraan Juni. (*)
Baca Juga:
4 Orang Kaya Baru Forbes 50 Indonesia, 3 di Antaranya Meroket Bersama Salim