Saat AS Sorot Potensi Pelanggaran HAM Dalam Aplikasi PeduliLindungi

Alwan Ridha RamdaniAlwan Ridha Ramdani - Sabtu, 16 April 2022
Saat AS Sorot Potensi Pelanggaran HAM Dalam Aplikasi PeduliLindungi
QR Code PeduliLindungi. (Foto: MP/Ismail))

MerahPutih.com - Kementerian Luar Negeri AS dalam laman resminya mengunggah laporan 2021 Country Reports on Human Rights Practices tentang penegakan HAM di negara-negara yang menerima bantuan dari AS dan anggota PBB sepanjang 2021.

Dalam laporan itu, AS menyebut sejumlah organisasi nonpemerintah atau non-governmental organisation (NGO), merasa khawatir terhadap informasi yang dihimpun dalam aplikasi PeduliLindungi serta bagaimana data itu disimpan dan digunakan Pemerintah Indonesia.

Baca Juga:

Kemenkes Jawab Tudingan Aplikasi PeduliLindungi Langgar Privasi

Laporan itu dimuat dalam subbab yang membahas intervensi pemerintah terhadap privasi, keluarga, dan urusan rumah tangga yang dilakukan secara acak dan ilegal. Walaupun demikian, laporan itu tidak mengelaborasi lebih detail soal potensi pelanggaran HAM yang dimaksud. AS juga tidak menyebut secara lengkap sumber keluhan dalam laporan itu.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD membantah tudingan Amerika Serikat yang menyebut ada potensi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam penggunaan aplikasi PeduliLindungi.

"Kami membuat program PeduliLindungi justru untuk melindungi rakyat," kata Mahfud MD dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (16/4).

Dia mengatakan, aplikasi PeduliLindungi, yang diluncurkan sejak 2020, telah membantu Pemerintah dalam menekan kasus penularan COVID-19.

"Nyatanya, kami berhasil mengatasi COVID-19 lebih baik dari Amerika Serikat," tegasnya.

Ia menjelaskan, perlindungan terhadap HAM harus dilakukan secara menyeluruh, yang artinya bukan hanya secara individu, tetapi juga hak kolektif masyarakat.

"Dalam konteks ini, negara harus berperan aktif mengatur. Itulah sebabnya kami membuat program PeduliLindungi yang sangat efektif membantu menurunkan penularan infeksi COVID-19 sampai ke jenis (varian) Delta dan Omicron," tambahnya.

Terkait tudingan AS terhadap dugaan pelanggaran HAM oleh Pemerintah Indonesia lewat aplikasi PeduliLindungi, Mahfud mengatakan AS justru menerima laporan lebih banyak daripada Indonesia terkait pelanggaran HAM.

"Kami punya catatan bahwa AS justru lebih banyak dilaporkan oleh Special Procedures Mandate Holders (SPMH). Pada sekitar kurun waktu 2018-2021 misalnya, berdasarkan SPMH, Indonesia dilaporkan melanggar HAM 19 kali oleh beberapa elemen masyarakat, sedangkan AS pada kurun waktu yang sama dilaporkan 76 kali," katanya.

Sejak pertama kali diluncurkan pada Maret 2020, kata Nadia, aplikasi PeduliLindungi melalui fitur kewaspadaan berhasil mencegah pasien COVID-19 dan warga yang berisiko berkeliaran di tempat umum sehingga dapat menular kepada warga lainnya.

Aplikasi tersebut sudah diunduh oleh lebih dari 90 juta orang dan telah membantu mencegah warga yang terinfeksi saat mengakses fasilitas dan tempat umum seperti pusat perbelanjaan, bandara, pelabuhan, hotel, dan gedung perkantoran.

Scan QR code sebelum melakukan rapid test antigen dan PCR di Bandara Soekarno-Hatta, Kota Tangerang, Banten, (22/12/2020). (Foto: MP/Rizki Fitrianto)
Scan QR code sebelum melakukan rapid test antigen dan PCR di Bandara Soekarno-Hatta, Kota Tangerang, Banten, (22/12/2020). (Foto: MP/Rizki Fitrianto)

Aplikasi PeduliLindungi yang telah diunduh pasien positif COVID-19 akan berwarna hitam ketika aplikasi tersebut dipindai di pintu masuk tempat umum, sehingga petugas keamanan dapat mencegah masuk pasien tersebut, lalu melaporkan yang bersangkutan ke Satgas COVID-19 untuk ditangani lebih lanjut.

Sepanjang 2021-2022, kata Nadia, PeduliLindungi telah mencegah 3.733.067 orang dengan status merah atau masyarakat dengan vaksinasi belum lengkap memasuki ruang publik dan telah mencegah 538.659 upaya orang yang terinfeksi COVID-19 (status hitam) melakukan perjalanan domestik atau mengakses ruang publik tertutup.

"Aplikasi ini memiliki peran yang besar dalam menekan laju penularan saat kita mengalami gelombang Delta dan Omicron. Tuduhan aplikasi ini tidak berguna dan juga melanggar hak asasi manusia (HAM) adalah sesuatu yang tidak mendasar. Marilah kita secara seksama membaca laporan asli dari US State Department," kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi.

Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo menyayangkan tudingan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat yang menyebutkan adanya indikasi aplikasi pelacakan COVID-19 Indonesia PeduliLindungi melakukan pelanggaran HAM.

"Sebagai warga negara dan sebagai anggota parlemen saya wajib mempertanyakan apa dasar Amerika menyampaikan pandangan seperti itu. Apakah cukup dengan sebatas laporan LSM, lalu menjustifikasi bahwa PeduliLindungi itu melanggar HAM?" kata Rahmad.

Rahmad pun mempertanyakan motif Amerika merilis isu tersebut karena laporan tentang sebuah pelanggaran HAM, apalagi oleh negara sekelas Amerika, tentu tidak cukup hanya berdasarkan laporan LSM.

"Sebagai negara yang berdaulat, kita pantas mempertanyakan apa motivasi Amerika merilis isu pelanggaran HAM ini. Amerika harus dikoreksi, Kemenlu AS jangan semena-mena menilai suatu negara hanya berdasarkan laporan LSM tanpa adanya konfirmasi terhadap pemerintah Indonesia," kata Rahmad. (Asp)

Baca Juga:

Retas Aplikasi PeduliLindungi, Sindikat Pemalsu Hasil Swab COVID-19 Dibongkar

#PeduliLindungi #Pelanggaran HAM #Hak Asasi Manusia #Senat Amerika
Bagikan
Ditulis Oleh

Asropih

Bagikan