MerahPutih.com - Ikatan Alumni Akademi Lalu Lintas (IKAALL) Sekolah Tinggi Transportasi Darat (PTDI-STTD) merekomendasikan agar pemerintah pusat dan daerah memperbanyak sarana transit oriented development (TOD) di kota besar.
TOD merupakan pengembangan yang mengintegrasikan desain kota/wilayah dengan konekvitas terhadap kemudahan mengakses pelayanan angkutan umum atau hunian terintegrasi angkutan umum. Dengan begitu, diharapkan masyarakat tak lagi berorientasi menggunakan kendaraan pribadinya melainkan menggunakan angkutan massal.
Baca Juga
"Dalam Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ), TOD di Jabodetabek sudah dijalankan. Namun, belum diatur dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang sekarang. TOD belum diatur," kata Ketua Umum IKAALL, Haris Muhammadun dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (4/11)
Untuk itu, kata dia, saat pengurus IKAALL melakukan rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi V DPR RI, DPP IKAALL menyampaikan usulan strategis yang meliputi 8 isu ke DPR terkait revisi UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Selama ini, ungkap Haris, pemerintah di Jabodetabek masih menggunakan aturan setingkat peraturan menteri (Permen), peraturan Gubernur DKI Jakarta (Pergub) hingga peraturan kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) dalam mengakomodir pembangunan TOD di Jabodetabek.
"TOD di luar DKI Jakarta, di luar Bodetabek bagaimana? Kita berbicara kota besar seperti Medan, Surabaya, sudah mulai macet. Kita harus bisa mendorong kota-kota itu adaftif terhadap transit bukan lagi adaptif terhadap kendaraan pribadi," tuturnya.
Baca Juga
Menengok Penginapan Kapsul di Stasiun Gambir, Pas Banget untuk Transit
Dia menambahkan, transportasi di masa depan adalah transportasi yang terintegrasi satu dengan yang lain seperti yang sudah diterapkan di DKI Jakarta.
"Kita sudah bisa melihat integrasi transportasi yang begitu baik antara transportasi berbasis jalan, berbasis rel kereta api, ini menjadi contoh yang lebih baik. Jakarta sudah punya tarif terintegrasi. Sekarang naik bus Transjakarta dan mikrobus termasuk LRT dan MRT, cukup dengan Rp 10.000 dan IKAALL berperan di sana, mendorong penerapan sistem integrasi ini," katanya.
Selain itu, IKAALL juga merekomendasikan revisi UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan seperti pengujian terhadap mobil listrik.
"Dalam UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, belum ada pengujian mobil atau kendaraan listrik. Lalu, tipologi terminal. Kita tadinya mengenal tipologi terminal yakni Tipa A, B, dan C berdasarkan kewenangan. Harapannya, tidak lagi seperti itu. Ke depan tipologi terminal berdasarkan fungsi kawasan. Dulu, kita fokus terhadap car oriented development (COD) kita enggak di zaman itu lagi. Oleh karena itu, kita ubah menjadi transit oriented development (TOD), membentuk daerah yang adaptif terhadap transit kepada kendaraan umum massal, bukan adaftif terhadap kendaraan pribadi," ungkapnya.
IKAALL juga merekomendasikan pengaturan terhadap ojek online (ojol). "Kami mengambil sikap setelah tim kami melakukan konsolidasi kepada pakar termasuk pakar hukum, pakar sosiologi, pakar tata negara karena transportasi ini multidisiplin ilmu, tidak bisa diselesaikan dengan ilmu transportasi sendiri," ucapnya.
Setelah berkonsultasi dengan pakar lintas bidang, mengerucut kepada satu hal yakni negara harus hadir dan mengatur persoalan dalam angkutan daring tersebut.
"Kita juga harus bijak menyikapi ini, bagaimana nanti antara transit dengan angkutan umum tumbuh bersama, kemudian juga ojek online juga menjadi feeder transit, nanti kita atur. Kalau kita lihat manfaat dan mudaratnya, banyak manfaatnya ketika kita mengatur karena nanti aspek keselamatan bisa ditingkatkan," imbuhnya.
DKI Jakarta, kata dia, sudah mulai mencoba melakukan pengaturan agar ojek online juga tidak boleh di jalur utama.
"Kenyataanya, sekarang dari stasiun ke rumah kita jalannya sempit. Apa yang bisa dilakukan? Menggunakan ojek online. Bagaimana ojek online tidak mengangkut orang dari Blok M sampai dengan Kota karena sudah ada bus Transjakarta, makanya Jakarta juga mengambil sikap untuk mengatur itu," tuturnya.
Terkait dengan kemacetan, IKAALL juga tidak sependapat dengan membangun jalan sebanyak-banyaknya.
"Dulu Jakarta membangun JORR (Jakarta Outer Ring Road), tetapi tetap macet. Kita harus melakukan travel demand management, yaitu mengubah yang tadinya kota adaptif dengan kendaraan pribadi, tetapi bagaimana kita ubah menjadi adaptif terhadap transit atau transportasi angkutan massal," pungkasnya. (Pon)
Baca Juga
Tibetan Village, Lokasi Transit Populer di Jalur Pendakian Annapurna Base Camp