Rupiah Digital Jadi Lawan Kripto

Alwan Ridha RamdaniAlwan Ridha Ramdani - Senin, 13 Desember 2021
Rupiah Digital Jadi Lawan Kripto
uang kripto yang memiliki fungsi berbeda. (Foto: Pexels/Worldspectrum)

MerahPutih.com - Bank Indonesia (BI) saat ini sedang mengkaji dua opsi penyebaran rupiah digital dalam persiapan penerapan mata uang digital bank sentral alias Central Bank Digital Currency (CBDC) di Tanah Air.

Penerbitan rupiah digital saat ini menjadi penting untuk menjaga kedaulatan mata uang sebuah negara, semakin banyaknya transaksi digital, menjaga efektivitas kebijakan moneter bank sentral, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendorong inklusi keuangan.

Baca Juga:

Perempuan Mulai Berinvestasi pada Uang Kripto

Paling tidak, ada dua pendekatan yang sedang didalami BI yaitu secara langsung atau one tier dan tidak langsung atau two tier. Pendekatan secara langsung artinya masyarakat baik itu rumah tangga maupun korporasi bisa mendapatkan token rupiah digital secara langsung dari BI.

Sementara pendekatan secara tidak langsung dilakukan melalui dua tahapan, yakni bank sentral mengedarkan rupiah digital melalui perbankan, barulah masyarakat bisa membelinya ke perbankan.

Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mengapresiasi rencana terobosan Bank Indonesia untuk membuat rupiah digital karena langkah tersebut dinilai bisa membendung gempuran uang kripto yang saat ini eksis di tengah masyarakat.

"Rupiah digital diharapkan akan membendung gempuran uang kripto yang saat ini makin masif dipegang oleh masyarakat," kata Heri Gunawan dalam rilis di Jakarta, Senin.

BI berencana mengembangkan CBDC (Central Bank Digital Currencies) atau rupiah digital. BI masih merumuskan dan mempertimbangkan secara seksama manfaat dan risiko CBDC. CBDC adalah uang digital yang diterbitkan dan peredarannya dikontrol oleh bank sentral.

Ia menegaskan, sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, alat pembayaran yang sah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah Rupiah, sehingga kripto bukan sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia.

Masyarakat, lanjutnya, perlu diingatkan risiko menyimpan uang kripto sebagai komoditas investasi yang tidak memiliki fundamental serta memiliki potensi fluktuasi yang besar.

"Meskipun ilegal dan memiliki risiko tinggi, namun banyak masyarakat yang menyimpan uang kripto. Tugas kita semua untuk mengedukasi masyarakat agar tidak menjadi korban uang kripto," ujarnya.

Dalam laporan Kajian Stabilitas Keuangan yang dirilis BI, jumlah investor kripto pada Juni 2021 diperkirakan telah mencapai kurang lebih 6,5 juta. Jumlah ini bahkan dua kali lebih banyak dibandingkan investor pasar saham yang mencapai sekitar 2,4 juta investor.

Baca Juga:

Uang Kripto Bukan Hanya Bitcoin, Kenali 11 Lainnya

Satgas Waspada Investasi (SWI) meminta masyarakat untuk mewaspadai penawaran investasi aset kripto yang saat ini marak agar tidak menjadi korban penawaran pedagang aset kripto yang tidak terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan sehingga berpotensi merugikan masyarakat.

Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing mengatakan pihaknya telah menghentikan satu entitas yaitu PT Rechain Digital Indonesia yang melakukan perdagangan aset kripto Vidy Coin dan Vidyx tanpa izin. Selain itu SWI juga menghentikan lima kegiatan usaha yang diduga money game dan tiga kegiatan usaha robot trading tanpa izin.

"Hati-hati dengan penawaran investasi aset kripto dengan keuntungan tetap (fix) karena ditunggangi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Sebelum berinvestasi kripto, masyarakat harus melihat pertama daftar pedagang kripto dan kedua daftar aset kriptonya di Bappebti," katan Tongam. (Asp)

Baca Juga:

Apa Itu Shiba Inu, Kripto yang Ilegal Diperdagangkan di Indonesia

#Kripto #Rupiah #Bank Indonesia
Bagikan
Bagikan