MerahPutih.com - Mantan Direktur Utama (Dirut) PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II Richard Jost (RJ) Lino dituntut enam tahun pidana penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
RJ Lino diyakini bersalah melakukan korupsi pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) pada PT Pelindo II tahun 2011, yang mengakibatkan kerugian negara sebesar USD 1,99 juta.
Baca Juga
"Menjatuhkan pidana RJ Lino berupa pidana selama enam tahun dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan," kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (11/11).
Tuntutan tersebut berdasarkan dakwaan alternatif kedua dari pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain pidana penjara, RJ Lino juga dituntut membayar denda sebesar Rp 500 juta, apabila tidak dibayarkan akan diganti dengan hukuman kurungan penjara selama enam bulan.
Dalam menuntut hukuman terhadap RJ Lino, Jaksa KPK mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Hal yang memberatkan, RJ Lino dinilai tidak mendukung pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi.
"Terdakwa menguntungkan pribadi dan terdakwa berbelit-belit," ujar Jaksa Wawan.

Sementara itu untuk hal yang meringankan, RJ Lino belum pernah menjalani proses hukum. Hal-hal ini yang menjadi pertimbangan Jaksa KPK dalam menjatuhkan tuntutan kepada RJ Lino.
Jaksa KPK meyakini, RJ Lino merugikan keuangan negara sebesar USD 1,99 juta. RJ Lino memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya Wuxi Hua Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co. Ltd. (HDHM) Tiongkok.
PT Pelindo II proses pelelangan pada April 2009 dengan merubah sperifikasi crane single lift QCC berkapasitas 40 ton. Meski demikian, tak ada satupun peserta lelang. Hingga akhirnya, PT Pelindo II menujuk langsung PT Barata Indonesia sebagai pemenang lelang. Sehingga terjadi negosiasi antara PT Pelindo II dengan PT Barata Indonesia.
Tetapi saat proses negosiasi berlangsung, RJ Lino justru mengundang PT HDHM untuk melakukan survei langsung ke beberapa pelabuhan tersebut. Perbuatan RJ Lino tersebut bertentangan dengan prinsip adil dan wajar sebagaimana Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2008 dan SK Direksi PT Pelindo II Nomor HK.56/5/10/PI.II-09 tanggal 9 September 2009 yaitu prinsip adil dan wajar. Hal tersebut juga bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) SK Direksi PT Pelindo II Nomor HK.56/5/10/PI.II-09 tanggal 9 September 2009.
Bahkan untuk memuluskan rencananya, RJ Lino menyuruh bawahannya, Wahyu Hardiyanto untuk mengubah SK Direksi Nomor HK.56/5/10/PI.II-09 tanggal 9 September 2009 tentang Ketentuan Pokok dan Tatacara Pengadaan Barang dan Jasa di lingkungan PT Pelindo II. (Pon)
Baca Juga
Eks Dirut Pelindo II RJ Lino Didakwa Rugikan Negara USD 1,99 Juta