BUDAYA audiovisual terus berkembang lesat di Indonesia. Kehadiran beragam platform dan media sosial penyiaran mendorong pertumbuhan penonton produk audiovisual di Indonesia. Ini membuat rumah produksi (production house/PH) ikut berubah.
Rumah produksi berkembang sejak munculnya TVRI pada 1960-an. Seiring kemunculan stasiun televisi swasta, booming PH pun terjadi pada era 1990-an.
"Sehingga menjadikan PH sebagai salah satu usaha yang paling dicari setiap stasiun televisi," ungkap Nurina Ayuningtyas dalam Penentuan Pajak Pertambahan Nilai Terutang atas Penyerahan Paket Program Acara ke Stasiun Televisi oleh Rumah Produksi.
PH berlomba mencari ide segar dan menyajikan program acara yang unik guna menjaring penonton sebanyak mungkin.
Dulu, rumah produksi hanya menyajikan acara untuk kebutuhan televisi, tapi sekarang mereka juga bisa menyajikan produk untuk kebutuhan platform penyiaran dan media sosial dengan beragam genre.
Semakin tumbuh pasar penonton produk audiovisual, semakin banyak pula rumah produksi. Dampaknya adalah persaingan ketat di antara mereka.
Rizky Adrian, Pemimpin rumah produksi Ronaksara, berbagi strategi membangun rumah produksi dan tetap mampu bertahan di tengah persaingan ketat.
Baca juga:
Ronaksara telah memproduksi konten audiovisual untuk berbagai kebutuhan dan platform media sosial. Salah satunya konten iklan berjudul Staycation bareng Iko UWise untuk Blu BCA.
Menurut Rizky, strategi pertama membangun PH adalah 'mengosongkan gelas'. Maksudnya, pelaku PH harus siap menerima semua ilmu penting dalam bisnis rumah produksi agar ilmu yang disampaikan tidak terbuang sia-sia.
Setelah itu, bersua dengan banyak orang. Tujuannya agar pelaku PH dapat menyerap sebanyak mungkin ilmu dari mereka dan menambah referensi dalam sebuah karya.
Tingkatkan juga “taste” pada seni audiovisual dan perbanyak koneksi dengan para expert karena kelak mereka yang akan membantu dalam segi teknis dan eksekusi.
“Dan yang paling penting, eksekusi, because that is what production means,” beber Rizky.
Mengusahakan PH hampir tak mungkin tanpa kendala. Pertama, masalah modal. Kedua, urusan komunikasi.
Urusan modal adalah masalah kaprah yang ditemukan dalam semua bidang bisnis. Tak terkecuali bisnis rumah produksi.
“Namun, semua kendala pasti ada solusinya. Dewasa ini banyak sekali perusahaan yang tugasnya meminjamkan modal dengan cepat. Begitu bisnis jelas visinya dan jelas apa yang sedang mereka jalankan, siapa saja mempunyai keinginan untuk membantu,” kata Rizky melalui siaran persnya, Kamis (3/8) seperti dikutip Antara.
Baca juga:
Kualitas Film Nasional Membaik, Rumah Produksi Asing Berlomba-Lomba Ingin Mendanai

Urusan komunikasi kerap jadi kendala di PH. Menurut Rizky, 90 persen kendala datang dari faktor komunikasi. Komunikasi yang kurang jelas di awal mengakibatkan permasalahan di belakang. Semua info yang diterima harus dikomunikasikan ke pihak yang terlibat secepatnya.
Rizky sudah lama terjun ke bidang rumah produksi. Dia memiliki filosofi bahwa eksistensi waktu itu penting. Waktu terbaik adalah sekarang. Bukan besok, bukan kemarin.
Rizky terjun ke dunia rumah produksi karena ini adalah bagian dari mimpi lamanya. Saat itu, ia menyadari ilmu dan relasi yang dimilikinya masih sangat minim.
Maka Rizky memutuskan membangun rumah produksi sendiri supaya membuka banyak kesempatan baginya.
Rizky menilai banyak sumber daya manusia yang memiliki potensi kreatif, tetapi masih belum berani melampiaskannya. Ia berkeinginan menjadikan Ronaksara sebagai rumah produksi bagi siapa pun yang ingin bertindak dan belajar serta membuat seluruh karya dengan sepenuh hati dan pikiran.
“Seperti motto kita, shoot and learn. Harapannya semua pihak yang bekerja dengan Ronaksara mendapatkan pengalaman yang tidak terlupakan dan bisa belajar bersama kami. We just bunch of amateurs who show the world that we could work like professionals,” kata Rizky. (dru)
Baca juga: