PROGRAM Revitalisasi Songket Canduang didukung oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Dana Indonesiana dan LPDP ini terbagi atas tiga tahap pelaksanaan, yakni Revitalisasi Motif Canduang, Workshop Tenun Songket Canduang, dan Pameran Arsip dan Dokumentasi Revitalisasi Songket Canduang, demikian dilansir dari ANTARA Minggu (08/01)
Pengrajin tenun asal Agam Nanda Wirawan di Bukittinggi menyampaikan bahwa pada tahun 2022 melalui proses seleksi Dana Indonesiana kategori Pendayagunaan Ruang Publik yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, kami berkesempatan untuk mengangkat program Revitalisasi Songket Canduang.
Baca Juga:

"Hal ini tentunya bermuara pada pewarisan kekayaan tradisi dan penguatan identitas budaya Canduang Koto Laweh sebagai bagian dari kebudayaan Minangkabau dalam konteks yang lebih luas," kata Nanda.
Tahapan pertama berlangsung dari November hingga Desember 2022 dengan kerja kolaboratif bersama Studio Wastra Pinankabu. Kemudian dilanjutkan dengan tahapan kedua, workshop tenun songket yang akan berlangsung dari tanggal 9- 31 Januari 2023 di kompleks SMPN 2 Canduang. Dalam kesempatan ini melibatkan dua orang ahli, empat instruktur dan 10 peserta workshop.
Wali Nagari Canduang Koto Laweh, Syahendra, mengungkapkan bahwa pembukaan workshop diselenggarakan 8 Januari 2023 secara kolaboratif sinergis dengan Festival Alek Nagari Canduang Koto Laweh. Kegiatan ini didukung oleh Pemerintah Nagari Canduang Koto Laweh, komunitas-komunitas seni tradisi, dan masyarakat yang ada di Nagari Canduang Koto Laweh.
Kemudian setelah melalui tahapan workshop para peserta akan dilibatkan dalam projek Revitalisasi Songket Canduang bersama Studio Wastra Pinankabu yang rencananya akan dilaksanakan dari Februari hingga April 2023.
Lalu pada Mei 2023, masuk tahapan ketiga akan diselenggarakan Pameran Arsip dan Dokumentasi, dan Pameran Hasil Revitalisasi Songket Canduang di Galeri Taman Budaya Sumatera Barat dengan dukungan Taman Budaya Sumatera Barat.
"Tentunya kita berharap program Revitalisasi Songket Canduang ini akan mendapat dukungan dari berbagai pihak, pemangku kepentingan, serta seluruh masyarakat untuk dapat menjamin keberlanjutan di masa depan," kata Syahendra.
Syahendra menambahkan, selain sebagai upaya untuk menghidupkan kembali songket Canduang sebagai warisan budaya, kegiatan ini membuka peluang-peluang bagi aktivitas budaya yang bersifat sinergis. Tentunya dalam ekosistem kebudayaan yang lebih luas di Nagari Canduang Koto Laweh di masa yang akan datang.
Baca Juga:

Kegiatan Program Revitalisasi Songket Canduang Minangkabau untuk mengangkat kembali budaya kerajinan tangan pada kain warisan Minangkabau yang sudah lama terpendam.
"Program ini ditujukan sebagai sebuah upaya untuk menghidupkan kembali budaya tenun di tengah masyarakat Canduang. Sekaligus memperkenalkan kembali motif-motif songket Canduang pada masyarakat pemiliknya," tegas Nanda.
Meskipun dahulu Canduang adalah salah satu sentra yang paling aktif di Sumatera Barat. Namun daerah ini tidak pernah tercatat sebagai sentra tenun di Minangkabau. Kain-kain koleksi museum yang berasal dari daerah ini dikenali sebagai kain yang berasal dari Koto Gadang, Batusangkar dan Ampek Angkek.
Dalam buku yang ditulis oleh Christine Dobbin (1983), Islamic Reviving in A Changing Peasant Economy: Central Sumatra, 1784-1847, mengungkapkan bahwa Canduang, daerah di lereng gunung Marapi merupakan salah satu penyuplai utama benang tenun dan pewarna alam indigofera di Sumatra Tengah.
Ini terkait dengan peran para ulama sebagai penggerak ekonomi dan aktivitas sosial sejak abad ke-18 hingga 19 di Canduang. Para pendakwah yang umumnya berprofesi sebagai saudagar yang melakukan perdagangan hingga ke berbagai negara di jalur pelayaran Selat Malaka.
Aktivitas ini memungkinkan terjadinya transfer material antara Sumatera Tengah dengan belahan dunia lainnya lewat pelayaran pantai timur Sumatra. Sejak ratusan tahun orang Canduang menggunakan benang sutra dari Tiongkok, benang anilline, dan benang logam emas dan perak dari Tiongkok dan India untuk kain-kain songket yang ditenun. (*)
Baca Juga: