Rencana Menkeu Pajaki Laba Ditahan Lemahkah Dunia Usaha

Andika PratamaAndika Pratama - Senin, 09 Juli 2018
Rencana Menkeu Pajaki Laba Ditahan Lemahkah Dunia Usaha
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

MerahPutih.com - Kementerian Keuangan berencana memajaki laba ditahan (retained earnings) perusahaan. Tak hanya itu, Kemenkeu juga akan mengenakan pajak bagi warisan. Rencana ini malah dinilai akan menjadi disinsentif dan melemahkan dunia usaha

“Kalau kita lihat rencana ini malah sebaliknya akan melemahkan perusahaan,” ujar Juru Bicara PSI Bidang Ekonomi, Industri, dan Bisnis Rizal Calvary Marimbo dalam keterangannya hari ini.

Rizal mengatakan, justru untuk memperkuat permodalan, perusahaan selama ini banyak mengandalkan laba di tahan, ditengah tingginya bunga dari perbankan.

“Manfaat laba ditahan ini juga untuk keleluasan dana bagi expansi kedepan bila mana di perlukan. Kalau terpaksa tidak ada laba ditahan terpaksa perusahaan mencari pinjaman baru bila mana ada kebutuhan expansi,” ucap dia.

Dirinya menambahkan pengenaan pajak atas laba ditahan juga bertentangan dengan norma-norma rasio usaha sehat.

“Kreditor (Bank) kan biasa menghimbau agar tidak ada pembagian dividen, minimal harus memdapat per setujuan kreditor. Dana ini adalah hasil usaha yang sudah dikenakan pajak keuntungan. Jadi harus jangan sampai diganggu. Sebab itu merupakan hak managemen atau pemegang saham untuk penentuaan kebijakan yang terbaik,” sambungnya.

Dikatakannya, kebijakan konservatif baik adanya, namun sebaiknya dunia usaha diberi insentif. Sebab bila bila retained earnings menurun, perusahaan akan rentan terhadap krisis dan berpotensi kearah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Capital Flight

Terkait dengan pajak atas warisan, Rizal mengatakan, bahaya lain dari kebijakan ini akan mendorong terjadinya arus modal keluar (capital flight) dari orang-orang kaya hingga berpindah kewarganegaraan

“Mereka akan lari ke Singapore, Malaysia dan Hong Kong yang tidak ada Undang Undang Warisan. Jadi, mudaratnya mesti dipikirkan,” ujar dia.

Sebelumnya, Kepala Pusat Kebijakan Pen­dapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan menyatakan berencana mengenakan pajak bagi laba ditahan dengan tujuan untuk mengurangi uang pasif dan mendorong dana tersebut tetap diinvestasikan. Rencana tersebut kini tengah disosialisasikan, dan selanjutnya akan tertuang dalam revisi Undang-Undang Pajak Penghasilan atau PPh.

Kepala Pusat (BKF) Kementerian Rofyanto Kurniawan mengungkapkan pajak laba ditahan tidak akan langsung dikenakan. Pajak akan dikenakan terhadap laba yang terus mengendap selama bertahun-tahun, tidak dinvestasikan, tidak dibagikan, dan tidak digunakan untuk menambah kapasitas atau perluasan usaha.

“Kami masih menyosialisasikan (rencana ini) ke berbagai pihak. (Kebijakan) Ini termasuk untuk melindungi pemegang saham minoritas,” kata Rofyanto.

Laba ditahan didefinisikan sebagai laba bersih yang ditahan dan tidak dibayarkan sebagai dividen kepada pemegang saham. Penghitungan laba ditahan biasanya dilakukan dengan cara mengurangi laba bersih dengan dividen yang dibayar oleh perusahaan ke pemegang saham. Sejauh ini, laba ditahan bukan merupakan obyek pajak (PPh Pasal 23). Laba ditahan baru bisa dipajaki apabila telah dibagikan kepada pemegang saham atau dalam bentuk dividen.

Sementara itu, terkait pajak akan dikenakan terhadap laba yang terus mengendap selama bertahun-tahun, Rizal mengatakan, Kemenkeu mesti mengerti kondisi sekarang rata-rata likuiditas perusahaan sedang berat.

“Perusahaan mana sekarang yang endapin duit banyak-banyak. Likuiditas yang ada saja tidak cukup. Tekor. Pos-posnya sudah menunggu. Jadi, begitu ada laba ditahan langsung jelas akan dikemanakan atau diinvestasikan ke mana sudah jelas semua,” ujar dia.

Stimulus

PSI mengingatkan, sebaiknya Kemenkeu berinisiatif mengambil kebijakan-kebijakan jangka pendek, konkrit, dan praktis, namun langsung efektif memperkuat daya beli masyarakat.

“Lebih baik Kemenkeu berpikir ini bagaimana supaya ada stimulus di perekonomian. Di tengah daya beli masyarakat yang melemah mindset-nya Kemenkeu diubah menjadi bagaimana mengambil kebijakan yang merangsang growth, konsumsi, dan daya beli sehingga side demand meningkat. Jangan dikepalanya cuma gimana ngambil. Yang mau diambil pun sudah habis. Sekarang kasih stimulus donk,” ucap Rizal.

PSI optimistis, bila pemerintah mampu mendorong daya beli dan konsumsi, target pertumbuhan ekonomi pada tahun 2019 yakni sebesar 5,4% - 5,8% tidak terlalu sulit untuk tercapai. Sebagaimana diketahui, Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah memaparkan kerangka ekonomi dan pokok-pokok kebijakan fiskal (KEM PPKF) tahun 2019 kepada dewan perwakilan rakyat (DPR). Pemerintah mengusulkan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,4-5,8%. Sedangkan inflasi, pemerintah menargetkan pada kisaran 2,5 hingga 4,5 persen. (*)

#PSI #Kementerian Keuangan
Bagikan
Ditulis Oleh

Andika Pratama

Bagikan