MerahPutih.com - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), bakal memberlakuan sertifikat tanah elektronik (sertifikat-el).
Rencana ini mendapatkan kritik dari Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PusaKo), Beni Kurnia Illahi. Ia menilai seharusnya pemerintah sebelum mengeluarkan Permen ART BPN Nomor 1 tahun 2021 tersebut, lebih dahulu melakukan revisi terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Baca Juga
Sebelum pemerintah membentuk Permen ini, PP 24 tahun 1997 harus diperhatikan dulu. Karena sertifikat ini adalah dokumen hukum yang dikeluarkan oleh penyelenggara hukum.
"Sehingga sebisa mungkin dokumen itu dikeluarkan secara cetak dan ada catatannya secara resmi,” ujar Beni dalam diskusi online dengan tema “Sertifikat Tanah Ditarik, Apa Urgensinya?” yang digelar oleh Political and Public Policy Studies (P3S), Kamis (11/2).
Ia khawatir ketika hanya berlandaskan pada e-Sertifikat seperti yang diupayakan pemerintah saat ini, hak atas tanah oleh masyarakat akan mudah terabaikan.
Yang paling kentara adalah pada saat adanya konflik agraria antara masyarakat dengan masyarakat maupun masyarakat dengan swasta. Bahkan, persoalan tersebut dibawa ke meja hijau.
Ketika masyarakat dimunculkan konflik agraria baik di antar masyarakat atau swasta, mereka tidak punya dokumen resmi secara tertulis yang bisa dibawa ke gugatan PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara).
"Bagaimana mungkin mereka bisa bawa dokumen sah ke pengadilan?” jelas Beni.

Apalagi kata Beni, sejauh ini masih marak terjadi konflik agraria di Indonesia. "Konflik agraria masih sangat tinggi,” sambungnya.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan A Djalil blak-blakan mengungkap tujuan pemberlakuan sertifikat tanah elektronik (sertifikat-el).
Ia mengatakan, sertifikat-el bertujuan untuk mengunci ruang gerak mafia tanah di Indonesia. Dia mengungkapkan, saat ini Kementerian ATR/BPN cukup kesulitan untuk melacak para mafia tanah yang telah banyak merugikan masyarakat.
Untuk itu, diperlukan terobosan dalam menutup ruang gerak komplotan mafia tanah di Indonesia. Salah satunya dengan melalui pemberlakuan sertifikat-el.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) akan menerapkan sertifikat tanah elektronik secara bertahap. Untuk saat ini, uji coba dilakukan terhadap tanah yang masih terbatas di Jakarta dan Surabaya.
Rencana penerapan sertifikat tanah elektronik ini seiring dengan diterbitkannya Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik sebagai dasar pemberlakuan sertifikat elektronik.
Salah satu persiapan untuk itu adalah uji coba di tanah pemerintah dan gedung-gedung milik perusahaan besar. (Knu)
Baca Juga
Jaksa Kasasi Putusan Bebas Eks Juru Ukur BPN, Ini Kata Kuasa Hukum