MerahPutih.com - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengkritik upaya Fakultas Kehutanan IPB University dan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) yang menggagas karya akademik dan merekomendasikan kelapa sawit sebagai tanaman hutan.
"Kami tidak tahu apa motifnya, tapi ini akan menjadi gagasan akademik paling kontroversial untuk dikaji lebih jauh oleh kita semua, atau memang IPB sekadar ingin menguji nalar publik," kata Wakil Ketua DPD Sultan Najamudin, Kamis (3/1).
"Bagi saya, hutan harus diidentifikasi sebagai sebuah ekosistem yang kaya akan keanekaragaman hayati," sambungnya.
Baca Juga:
Indonesia Mulai Uji Coba Pertama Kali Bensin Sawit
Menurut Sultan, upaya pengalihan status sawit sebagai komoditas perkebunan menjadi hasil hutan merupakan pintu masuk legal bagi modus deforestasi di Indonesia. Jika ini benar terjadi, Indonesia akan dikucilkan dunia internasional.
"Sebagai perguruan tinggi pertanian, Fakultas Kehutanan IPB seharusnya berperan sebagai inkubator forestri dalam upaya perlindungan terhadap ekosistem hutan dan peningkatan produktivitas hasil hutan Indonesia," ujarnya.
Sultan mengakui bahwa sawit berperan besar pada neraca perdagangan. Namun, tidak dengan mengekspansi ke kawasan hutan. Menurutnya, lahan sawit sudah sangat luas, tapi produktivitasnya masih sangat rendah jika dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia.
"Era ekstensifikasi sudah tidak relevan dengan kemajuan teknologi pertanian," ungkapnya.
Baca Juga:
Miliki Kerangkeng untuk Tahan Pekerja Sawit, Bupati Langkat Bisa Diseret ke Pengadilan
Mantan Wakil Gubernur Bengkulu itu menyarankan agar IPB mencari solusi bagi pemulihan hutan dan gambut. Selain itu, IPB juga diminta melakukan inovasi diversifikasi produk sejenis CPO dari komoditas selain sawit, bukan justru menjustifikasi pelaku usaha sawit untuk mengganggu biodiversitas dalam ekosistem hutan.
"Sangat berbahaya jika keilmiahan, objektivitas dan rasionalitas kampus terkooptasi oleh orientasi bisnis pelaku usaha yang tidak peduli dengan masa depan lingkungan hidup dengan alasan pembelaan terhadap diskriminasi sawit," tegasnya.
Apalagi, lanjut Sultan, selama ini industri perkebunan sawit sudah terlalu banyak mendiskriminasi fauna dan flora endemik dilindungi di Kalimantan, Sumatera dan, Papua.
"Sebentar lagi primata orang utan di Kalimantan mungkin akan punah," pungkasnya.
Dikutip dari laman resmi majalah sawit Indonesia, Kamis (27/1), naskah akademik rekomendasi perubahan status sawit menjadi tanaman hutan digagas sejak Oktober 2021. Naskah akademik ini terbit sebagai respons terhadap perlakuan diskriminatif (crop apartheid) oleh beberapa pihak terhadap tanaman kelapa sawit. (Pon)
Baca Juga:
Harga Minyak Goreng Melambung, Kadin Dukung Dana Pungutan Ekspor Sawit Dipakai Subsidi