JUMLAH sampah di Indonesia mengkhawatirkan. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat total sampah nasional mencapai 68,5 juta ton pada 2021. Dari jumlah tersebut, 17% (sekira 11,6 juta ton) disumbang oleh sampah plastik.
Indonesia perlu punya cara mengelola sampah yang berkontribusi menekan jumlah tersebut sehingga dapat berguna untuk keberlangsungan hidup generasi masa depan.
SIG Foundation sebagai produsen kemasan untuk produk makanan berupaya turut berkontribusi menekan jumlah sampah. Caranya mengubah gaya hidup masyarakat dengan konsep sustainability.
Mengusung tema besar Way Beyond Good, SIG ingin tumbuh menjadi perusahaan yang memiliki net positivity dalam lingkungan.
"SIG berencana mengurangi sampah yang memiliki dampak ke lingkungan. Semua bahan kemasan dari SIG adalah kemasan yang ramah lingkungan, didapat dari sumber-sumber yang bertanggung jawab dan mempunyai sertifikat, dan semua kemasan SIG mengandung nilai Way Beyond Good dan gerakan sustainability yang kita lakukan," ujar Noer Wellington, Head of Market Indonesia, Malaysia, Filipina dan Vietnam, SIG Indonesia.
Baca juga:

Bersama gerakan sustainability yang diusungnya, SIG Foundation merilis sebuah proyek yang berguna untuk keberlangsungan lingkungan hidup di Indonesia. Proyek bernama Recycle For Good itu diluncurkan di Cibubur Junction, Jakarta, Jumat (3/3).
Noer menuturkan, penggunaan dari Recycle For Good untuk masyarakat Indonesia, "Produk ini bertujuan ingin mengubah gaya hidup konsumen yang jauh lebih baik dengan mengolah dan memisahkan sampah agar dapat menciptakan lingkungan yang baik" katanya.
Angela Lu, Presiden General Manager SIG untuk Asia dan Pasifik, menuturkan, Indonesia telah menjadi penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia. Oleh karena itu, Angela berharap Recycle For Good dapat mengubah gaya hidup masyarakat Indonesia yang masih kurang peka terhadap lingkungan.
Baca juga:

SIG menggandeng National Geographic Indonesia untuk menjalankan proyeknya. Editor in Chief National Geographic Indonesia Didi Kaspi Esim mengatakan, kolaborasi antara SIG dan National Geographic terjadi karena adanya pemikiran yang sejalan dalam mempertahankan lingkungan.
"Senang ya ada korporasi yang memang bekerja dan berpihak kepada lingkungan. Perilaku keseharian yang sering kita lakukan seiring denga perbaikan-perbaikan yang dilakukan oleh korporasi," ucap Didi.
Keterlibatan korporasi dalam pelestarian lingkungan sering dianggap green washing oleh sejumlah aktivis lingkungan. Artinya, aktivis melihat bahwa alih-alih mendukung keberlanjutan lingkungan, korporasi justru sedang mencari untung.
Noer agaknya menyadari anggapan ini. Dia tidak ingin produknnya dianggap sebagai komersial karena bekerja sama dengan banyak produsen makanan. Dia ingin orang melihat bahwa langkah ini memang kebutuhan untuk mengubah gaya hidup masyarakat Indonesia. (mro)
Baca juga: