Rayakan Hari Kartini dengan Sanggul dan Kebaya, Sudah Baca Tulisan Kartini Belum?

Ana AmaliaAna Amalia - Kamis, 21 April 2016
Rayakan Hari Kartini dengan Sanggul dan Kebaya, Sudah Baca Tulisan Kartini Belum?
Perayaan Kartini di Museum Nasional Banten, Kamis (21/4). (Foto: MerahPutih/Ctr)

MerahPutih Nasional - Dari Sabang sampai Merauke, setiap tanggal 21 April sejak Indonesia merdeka, hampir di setiap kota merayakan hari Kartini. Dan karena itu pulalah, sanggul dan kebaya seolah menjadi simbol ke-Kartini-an, tidak ada yang salah dengan gaya dan pakaian perempuan untuk merayakan, namun demikian ada yang patut kita renungkan dari pernyataan seorang Presiden Taman Bacaan Masyarakat Indonesia Firman Venayaksa.

Menurutnya, memperingati ketokohan perempuan yang lahir pada 21 April 1899 dengan sanggul dan kebaya tidak salah, bahwa perempuan Indonesia harus tampil cantik dengan gaya Indonesia. Tetapi jangan kemudian perayaan itu malah melupakan esensi dari perjuangan Kartini sendiri.

"Bahwasanya Kartini mengenakan Sanggul dan Kebaya itu benar, tetapi bukan itu yang membuat Kartini menjadi spesial dibandingkan perempuan-perempuan lain di nusantara, karena perempuan Indonesia pada zaman itu, terutama di pulau Jawa umumnya mengenakan Sanggul dan Kebaya. Coba tanyakan pada mereka yang merayakan dengan Sanggul dan Kebaya, sudahkah mereka membaca tulisan-tulisan Kartini sehingga mereka paham isi pemikiran Kartini. Lebih jauh jauh lagi tanyakan pada mereka, apakah mereka menulis?" tanyanya, Kamis (21/4).

Firman juga mengatakan, Kartini dikenang hari ini karena literasi, dimana ia memperjuangkan hak-hak kaumnya melalui surat-surat yang kemudian diterbitkan oleh Mr JH Abendanon, seorang Menteri Kebudayaan, Agama dan Kerajinan Hindia Belanda dalam bentuk buku berjudul Door Duisternis Tot Licht yang berarti "Dari Kegelapan Menuju Cahaya," pada tahun 1911.

Pada 1922 buah pikiran Kartini yang berbahasa Belanda tersebut kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Melayu dengan judul "Habis Gelap Terbitlah Terang," oleh empat bersaudara, diantaranya salah seorang sastrawan pelopor Pujangga Baru Armijn Pane. Armijn menyusun surat-surat Kartini tersebut dalam format yang berbeda dari buku-buku yang telah diterbitkan sebelumnya, dimana ia membagi kedalam lima Bab yang berbeda untuk menjaga agar jalan cerita seperti roman.

"Nah yang paling mewakili dari Kartini sebagai simbol perjuangan emansipasi adalah melek literasi, bukan sanggul dan kebaya, maka menurut saya perempuan harus merayakan hari Kartini dengan literasi itu, perempuan Indonesia harus menulis!" tegasnya. (Ctr)

BACA JUGA:

  1. Laksamana Malahayati Singa Perang yang Lihai Berdiplomasi
  2. Laksamana Malahayati, Wanita Penguasa Selat Malaka
  3. Mengungkap Sosok Wanita Hebat di Belakang Pangeran Diponegoro
  4. Penyair Perempuan Rayakan Hari Kartini dengan Puisi di Tembi
  5. Perlawanan Terakhir Srikandi Nusa Laut, Martha Christina Tiahahu
#R.A Kartini
Bagikan
Ditulis Oleh

Ana Amalia

Happy life happy me
Bagikan