PEREMPUAN berkerudung dan berkacamata itu berdiri berpidato di depan mikrofon. Di sekelilingnya tampak sejumlah perempuan mendengarkan pidatonya. Itulah ilustrasi Google Doodle hari ini, Rabu (14/09/22). Perempuan berkerudung dan berkacamata itu adalah Rasuna Said, Pahlawan Nasional sekaligus perempuan cendekia asal Sumatera Barat.
Penetapan Rasuna Said sebagai Doodle hari ini menjadi sebentuk penghormatan untuk memperingati hari lahirnya. Dia sohor sebagai 'Singa Betina Pergerakan Indonesia' karena keberaniannya dalam menyuarakan isu-isu sosial seperti pendidikan dan hak-hak perempuan.
Rasuna lahir di dekat Danau Maninjau, Sumatera Barat, pada 14 September 1910. Berasal dari keluarga terpandang, dia memperoleh pendidikan yang berkualitas dari institusi dengan reputasi mentereng seperti Sumatra Thawalib.
Rasuna tumbuh menjadi sosok yang cerdas dan membuatnya terpilih jadi guru sekolah menengah di Padang Panjang yang mempunyai siswi perempuan hingga lebih dari 1.000. Dia memotivasi gadis-gadis muda untuk bermimpi besar.
Baca juga:

Rasuna mengajarkan mereka baca, tulis, berhitung, kursus menjahit, keterampilan lain, dan bahasa Belanda. Para murid sangat menghormatinya dan memanggilnya dengan sebutan 'Kak Una'.
Pada 1930, Rasuna Said berhenti mengajar untuk beralih ke medan perjuangan politik. Menurutnya, kemajuan kaum wanita perlu disertai pula oleh perjuangan politik. Oleh sebab itu, dia bergabung ke Persatuan Muslim Indonesia (PERMI) yang kritis terhadap kolonialisme Belanda dan perlakuannya yang tidak adil kepada perempuan. Di sini dia bertemu dengan rekan perempuan lain yang sepemikiran dengannya, seperti Rasimah Ismail.
Pada 1931, Rasuna pindah ke Padang untuk mengurus divisi perempuan dalam PERMI. Fokusnya adalah membuka sekolah untuk para perempuan di seluruh Sumatera Barat. Pada 1932, Rasuna ditangkap karena menyuarakan aspirasinya untuk menentang kebijakan Belanda.
"Tokoh-tokoh seperti Rasuna Said dan Rasimah Ismail sama sekali tidak sedikit. Pada banyak rapat kaum perempuan merupakan maoritas. Kerap kali mereka berpidato dengan lebiih tajam dan lebih bersemangat dibandingkan kaum lelaki," ungkap Rosihan Anwar dalam Sejarah Kecil Petite Histoire) Indonesia.
Akibat pidato-pidato kritisnya, Rasuna ditangkap dan ditahan selama selama dua tahun. Saat ditahan, Rasuna didatangi oleh seorang pejabat kolonial bernama Daniel van der Meulen. Rasuna diminta untuk meninggalkan organisasi pergerakan dan mengurangi sepak terjangnya di dunia politik.
Baca juga:
Kilas Balik Operasi Tjakra II; Upaya Pasukan Elite Indonesia Mengusir Kolonial Belanda

"Rasuna, karena perbuatan Anda sendiri, Anda akan dihukum. Saya akan mengajukan hal-hal yang meringankan. Usia Anda masih muda, Anda berbakat pidato, wajah Anda elok, tetapi semua ini tidak akan mencengah penghukuman. Pakailah waktu untuk berpikir mengenai kegagalan-kegagalan Anda," kata Daniel kepada Rasuna.
Rasuna menampik permintaan Daniel. Dia tak mau tunduk pada Belanda. Dia akhirnya dihukum dan masuk penjara di Semarang sampai 1939.
Pada usia 24 tahun, Rasuna memulai merintis karirnya dalam dunia Jurnalistik dan menulis untuk jurnal perguruan tinggi bernama Raya. Beberapa tahun berikutnya, dia membuka lebih banyak sekolah untuk anak perempuan.
Rasuna pun tanpa henti untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dengan menanamkan nasionalisme dan anti-kolonialisme. Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaan pada 1945, dia menjadi anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (semacam DPR sementara) dan kemudian jadi anggota parlemen Indonesia.
Perjuangan Rasuna berakhir pada 1965. Dia wafat setelah menderita penyakit kanker. jenazahnya dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Pada 1974, Rasuna ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional atas jasa-jasanya. (nbl)
Baca juga: