SUAMI bisa gunakan haknya mengajukan cuti saat istrinya melahirkan. Pasal 93 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah mengatur tata laksananya. Suami, di dalam aturan tersebut, dapat mengajukan cuti saat istrinya bersalin dengan upah penuh selama dua hari.
Kebijakan tersebut dianggap terlalu singkat karena hanya dua hari. Perbincangan tentang perpanjangan cuti hamil bagi suami sedang hangat di media sosial. Hulunya, tentu saja Rancangan Undang-undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA).
Baca Juga:
Mirip Gejala COVID-19, Kenali Gangguan Parosmia dan Penyebabnya
RUU KIA kini sedang dalam pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam rancangan tersebut terdapat pasal mengatur soal cuti suami sepanjang 40 hari.
"Suami sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berhak mendapatkan hak cuti pendampingan," demikian bunyi Pasal 6 Ayat (2) RUU KIA.

Mungkin cuti bagi suami saat istri melahirkan masih terdengar aneh di telinga kebanyakan orang Indonesia. Hal tersebut justru jadi hal biasa di negara-negara Skandinavia.
Negara-negara di Skandinavia dikenal dengan kebijakan cuti paling ramah bagi kedua orang tua saat persalinan. Meski pada masing-masing negara terdapat perbedaan pelaksanaan, terpenting baik suami maupun istri bisa sama-sama berbagi waktu cuti.
Baca Juga:
Laporan Badan Asuransi Sosial Swedia (Försäkringskassan) bertajuk Who care of the children?, disebutkan salah satu tujuan kebijakan cuti orang untuk mendorong kesetaraan gender di dunia kerja, selain juga memungkinkan ayah dapat peran lebih di awal kehidupan anak mereka.

Di Swedia, orang tua berhak berbagi 480 hari cuti dengan gaji penuh pada sekali persalinan. Setiap orang tua dapat mentransfer sebagian dari cuti mereka ke orang tua lain jika mereka mau.
Sementara di Denmark, orang tua menerima 52 minggu cuti orang tua dengan beroleh gaji penuh, lalu dapat membagi cuti 32 minggu sesuai keinginan mereka.
Lain lagi di Norwegia. Orang tua di Norwegia dapat memilih 49 minggu (dengan cakupan 100%) atau 59 minggu (dengan cakupan 80%) waktu cuti. Baik ibu maupun ayah masing-masing menerima cuti selama 15 minggu tetapi tidak dapat dialihkan.
Di Norwegia dan Swedia, ada istilah "kuota ayah" atau bagian dari masa cuti orang tua khusus bagi ayah. Jika sang ayah tidak mengambil cuti tersebut, maka tak bisa dialihkan atau hangus. Berkat kuota ayah, sembilan dari 10 ayah di Swedia kini mengambil cuti sehingga fokus pada masa persalinan istri dan tahap awal membesarkan anak.

Norwegia telah melihat keberhasilan serupa dengan sekitar tiga perempat ayah mengambil jumlah "kuota ayah", sementara satu dari lima ayah membutuhkan beberapa minggu lebih banyak dari kuota tersebut.
Pada studi "Changes in gender equality? Swedish fathers’ parental leave, division of childcare and housework (2014)", menegaskan ada pembagian tanggung jawa lebih setara ketiak ayah mengambil cuti lebih dari satu bulan. Hal tersebut memungkinkan ayah beroleh peran lebih dalam masa pertumbuhan anak. (*)
Baca Juga:
Tips untuk Bantu Jaga Kesehatan Mental dari Rumah selama Pandemi