MerahPutih.com - Salah ketik putusan hakim Mahkamah Agung (MA) dialami salah satu terdakwa kasus penipuan berinisial SK (54). Atas kesalahan tersebut, kuasa hukum terdakwa pun menegaskan menolak dieksekusi oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Klaten, Jawa Tengah lantaran yang tertulis di amar putusan berbeda identitas dengan kliennya.
Kuasa hukum SK, Joko Haryadi mengatakan, putusan salah ketik tersebut sangat fatal dalam penegakan hukum. Ia pun mengaku heran dan merasa janggal dengan kesalahan yang ada di dalam amar putusan MA.
Dia menjelaskan, sejak putusan dari jenjang Pengadilan Negeri (PN) Klaten Nomor 40/Pid/B/2022/PN Kln, jenis kelamin terdakwa tertulis secara benar, yakni perempuan. Begitu juga dengan putusan banding di Pengadilan Tinggi (PT) Semarang dengan Nomor 227/Pid/2022/PT SMG, terdakwa SK juga ditulis benar sebagai perempuan.
Baca Juga:
KPK Sudah Tangkap 371 Koruptor Berlatar Pengusaha dan Berpendidikan Tinggi
"Kami kaget dalam putusan MA Nomor 1096 K/Pid/2022 yang ditandatangani Ketua MA, M Syarifuddin pada 18 Januari 2023 jenis kelamin kliennya ditulis menjadi Laki-laki," kata Joko, Sabtu (27/5).
Dia mengatakan, dalam sidang putusan kasasi di Mahkamah Agung 26 Oktober 2022, putusan itu dikeluarkan melalui rapat musyawarah majelis hakim dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
"Kok bisa dalam putusan MA tertulis bisa salah penulisan jenis kelamin klien kami. Menurut kami ini hal yang janggal,” ucapnya.
Baca Juga:
Legislator NasDem Ungkap Putusan MK Soal Jabatan Pimpinan KPK Berlaku ke Depan
Dan yang membuat ia bertambah heran, lantaran kemudian MA mengeluarkan salinan putusan baru dengan Nomor 1096 K/Pid/2022 pada 18 Januari 2023. Kali ini, jenis kelamin terdakwa SK yang sebelumnya laki-laki sudah berubah menjadi perempuan.
Setelah PN Klaten mengirimkan surat Nomor W12-U9/455/Pid.00.01/2/2023 yang ditandatangani Ketua PN Klaten, Tuty Budhi Utami pada 8 Februari silam yang berisi permohonan perbaikan petikan putusan dan putusan kasasi atas perkara tersebut kepada panitera MA.
“Kok bisa PN Klaten mengirimkan surat permohonan perbaikan dan kemudian Mahkamah Agung mengeluarkan salinan baru. Aturannya dari mana?" tegasnya.
Ia menambahkan atas dasar itu, pihaknya bersikeras menolak kliennya dieksekusi. Lantaran meski sudah ada salinan putusan MA yang baru, namun pihaknya menilai hal tersebut tidak sah secara hukum. (Ismail/Jawa Tengah)
Baca Juga:
Komnas Perempuan Sebut KDRT Jadi Kasus Kekerasan Terbanyak yang Dilaporkan